JAKARTA, Poros Kalimantan – Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengingatkan pemerintah soal risiko jika pemberlakuan bebas karantina di Bali tanpa persiapan matang.
Misalnya, cakupan vaksinasi booster bagi kelompok berisiko tinggi terhadap Covid-19 masih kurang dari 50 persen.
“Kalau tidak (dipersiapkan dengan matang) akan ada dampak ke kelompok berisiko tinggi ini. Termasuk anak di bawah 5 tahun untuk mereka mengalami sakit, masuk rumah sakit, dan mengalami fatalitas,” ujarnya ketika dihubungi wartawan, Senin, (28/2/2022).
Menurutnya, vaksinasi booster sangat penting di tengah merebaknya Covid-19 varian Omicron. Sebab, booster bisa memberikan proteksi lebih kepada kelompok berisiko tinggi.
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung ini mengambil contoh Skandinavia yang membebaskan karantina setelah cakupan vaksinasi booster mencapai 90 persen. Meskipun, lonjakan kasus Covid-19 masih terjadi di wilayah tersebut.
“Mesi kan fatalitasnya menjadi kecil. Itu artinya, kalau kita berani membuka dengan proteksi yang minimal, dengan bekal yang minimal, ya tentunya hasil tidak akan optimal,” ujarnya.
Sebelumnya, Dicky meminta pemerintah mempertimbangkan secara matang rencana uji coba bebas karantina di Bali bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN), terutama dari aspek epidemiologi. Kebijakan ini rencananya berlaku mulai 14 Maret 2022.
“Keputusan apa pun terkait karantina menjadi betul-betul dipertimbangkan matang, berbasis indikator epidemiologinya atau pun aspek lainnya,” tuturnya.
Menurut Dicky, ada sejumlah hal yang harus dipenuhi daerah jika ingin menerapkan bebas karantina. Pertama, cakupan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap minimal 70 persen dari total penduduk.
Di saat bersamaan, cakupan vaksinasi lanjutan atau booster minimal 50 persen bagi kelompok berisiko tinggi.
“Itu yang sangat mendasar,” ujarnya.
Data Kementerian Kesehatan 27 Februari 2022 pukul 18.00 WIB, vaksinasi dosis lengkap di Bali sudah mencapai 104,01 persen atau sekitar 3.541.551 orang. Sedangkan vaksinasi booster baru 17,23 persen atau 586.769 orang.
Kedua, tingkat hunian rumah sakit rujukan dan positivity rate Covid-19 rendah. Berdasarkan standar aman Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, positivity rate minimal 5 persen. Namun, kata Dicky, bagi daerah yang ingin menerapkan bebas karantina idealnya positivity rate maksimal 3 persen.