BANJARBARU, Poros Kalimantan – Masyarakat Banjar khususnya memiliki hubungan istimewa sendiri dengan yang namanya purun. Ruang tamu ada tikar purun. Ketika berbelanja ada tas purun, akrab disebut “jintingan”. Ada pula topi purun yang dipakai para petani saat berladang. Di Banjarbaru, ada Kampung Purun.
Tahun 2016 bisa dikatakan sebagai awal dikenalnya nama Kampung Purun. Letaknya ada di Kelurahan Palam. Sesuai namanya, kampung ini diisi banyak hal berbau purun. Memasuki pintu gerbang kedatangan, di pinggiran jalan sudah akan banyak ditemukan toko pengrajin purun.
Maemunah, 33 tahun, adalah generasi yang kini melanjutkan kerajinan purun di keluarganya.
“Turun temurun, dari nenek, ibu, hingga sekarang,” jelasnya.
Di Kampung Purun, memang banyak tanaman purun. Tanaman jenis rumput teki-tekian ini kerap berhabitat di persawahan. Karena itu, warga Kampung Purun dari sejak dulu kala sudah menggantungkan nafkahnya dari hasil purun. Yaitu dianyam.
Maemunah kini mengurus penjualan purun di tokonya, Galoeh Cempaka. Awalnya, dari zaman nenek terdahulu, kerajinan purun terbatas mengolah tikar ataupun tas belanja. Yang kemudian pasarnya banyak di Martapura, Kabupaten Banjar. Berlalu berdekade lamanya, kerajinan purun mulai menambahkan kreativitas.
Tas purun yang mulanya hanya anyaman polos berwarna kuning, sekarang bmemiliki warna-warni dan hiasan pernak-pernik. Maemunah sendiri bersama pengrajin lainnya juga mendapatkan pelatihan dari pemerintah setempat.
“Sekitar 4 tahun yang lalu belajar membuat anyaman tas,” ucapnya sambil menunjuk tas yang terlihat memiliki banyak motif dan bentuk.