Wacana pembangunan kereta api sudah bertahun-tahun bergulir. Belum selesai, Pemprov Kalsel malah punya keinginan baru: kereta gantung.
BANJARBARU, Poros Kalimantan – Wacana pembangunan kereta api sudah bukan hal baru di Banua. Sudah dari tahun 2017 lalu ada pembahasan dengan Kementerian Perhubungan.
Kala itu disepakati, jalur kereta api Banjarmasin-Tanjung sepanjang 196 kilometer akan selesai pada 2019. Namun seiring waktu, rencana itu seakan mampat.
Baru-baru ini Pemprov membeberkan wacana pembangunan kereta api bakal digantikan dengan kereta gantung. Hal ini usai investor asal Dubai menawarkan Rp15 triliun untuk pembangunannya.
Lantas ini membikin beberapa orang bertanya-tanya, layak atau tidaknya. Dosen ahli Tata Kota Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Akbar Rahman memberikan gambaran.
Pertama, posisi geografis di Banjarmasin merupakan dataran rendah. Begitu juga dengan Banjarbaru dan Martapura. Jadi menurut dia, yang perlu menjadi perhatian adalah kondisi cuaca.
“Pada musim hujan cenderung berangin apalagi di wilayah gambut. Belum lagi potensi kebakaran hutan lahan (karhutla) di musim kemarau,” jelasnya, Rabu (26/4/2023).
Maka dari itu, menurutnya transportasi paling efektif hingga kini masih kereta api atau listrik. Bukan kereta gantung.
Kendati demikian, kondisi lahan dan pemukiman yang padat menjadi faktor penghambat pembangunan kereta api. Lantaran biaya pembebasan lahannya cukup tinggi.
Dalam hal ini, kereta gantung lebih unggul karena minim biaya. Lantaran kurangnya pembebasan lahan. Tapi soal kecepatan, menjadi salah satu kekurangan kereta gantung.
“Jika kereta gantung seperti di objek wisata, kecepatan maksimalnya sekitar 40 km per jam,” katanya.
“Oleh karena itu, kereta gantung sangat jarang digunakan sebagai moda transportasi publik yang mampu memindahkan massa secara cepat dalam skala besar,” Akbar melanjutkan.
Jangan Sampai Jadi Kereta Wisata
Rp15 T jelas bukan angka yang kecil. Untuk mengembalikan modal tersebut, perlu waktu tak sebentar. Harga tiketnya mungkin saja tak murah.