PALANGKARAYA, Poros Kalimantan – Dalam seleksi terbuka pejabat pratama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, masih saja menuai polemik yang berkembang.
Hal ini menyangkut latar belakangnya yang pernah menjadi terpidana dalam kasus ujaran kebencian. Adalah Nuryakin, beberapa pihak menilai Nuryakin masih layak untuk ikut seleksi tersebut jika dipandang dari segi hukum.
Namun ada juga yang berpendapat sebaliknya dengan pertimbangan sisi moralitas pejabat.
“Tentang kaitannya dengan masalah yang pernah tersangkut kasus hukum ketika Pilkada di Murung Raya, itu tidak ada hubungannya dengan kejahatan jabatan, itu masalah politik,” ujar Praktisi Hukum, Wikarya F Dirun di Palangkaraya, Selasa, (25/1/2022).
Menurut Wikar, sangat tidak etis jika Nuryakin diserang dari aspek moral, etika atau dinilai telah melanggar asas-asas pemerintahan yang baik. Ia pun melihat, dalam persyaratan untuk mengikuti seleksi terbuka itu, tidak ada halangan bagi mantan terpidana untuk ikut serta.
Praktisi hukum lainnya berpendapat sebaliknya. Parlin Bayu Hutabarat mengatakan, harusnya jabatan utama di pemerintahan khususnya di Kalteng wajib diisi orang-orang yang bersih.
“Menjadi tidak etis dan immoralitas bilamana calon yang pernah menjadi terpidana dan tidak jujur dipilih menjadi pejabat. Bagaimana bisa mewujudkan pemerintahan yang bersih?” kata Parlin.
Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo sebelumnya juga berpendapat, mantan terpidana seharusnya tidak bisa mengikuti seleksi tersebut. Hal ini merujuk pada Permenpan 15 Tahun 2019.
Seorang ASN di lingkungan Pemprov Kalteng bernama Batuah, membuat laporan dugaan pemalsuan identitas ke Polda Kalteng. Dia merasa tidak pernah melaporkan Nuryakin terkait statusnya sebagai mantan terpidana yang menjadi pejabat di Pemprov Kalteng.
“Intinya ada pencurian data dan pembuatan surat palsu,” kata kuasa hukum Batuah, Wikarya F Dirun.
Wikar meyakini Batuah tidak pernah membuat laporan tersebut karena tidak memiliki kepentingan.