BANJARMASIN, Poros Kalimantan – Gelaran aksi solidaritas akibat kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, saat meliput kasus korupsi pajak di tubuh Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu RI terus dilakukan hingga sekarang kali ini di Kota Banjarmasin tepatnya di Bundaran Hotel A, Jum’at, (2/4/2021).
Aksi tersebut tergabung dalam koalisi kemerdekaan pers dimulai dengan pentas teatrikal, orasi dan pembacaan puisi puluhan jurnalis media lokal di Kota Banjarmasin.
Belasan aktivis pers mahasiswa juga turut turun ke jalan menyuarakan agar kasus kekerasan bisa diusut hingga tuntas.
Juru Bicara Koalisi Kemerdekaan Pers Fariz Fadhillah mengatakan, aksi turun ke jalan juga digagas untuk mengingatkan pemerintah, aparat penegak hukum, dan warga bahwa kasus kekerasan jurnalis masih berpotensi terjadi. Bukan tak mungkin, problem serupa bisa muncul di Kalimantan Selatan.
“Ini adalah upaya kita menggalang solidaritas dan menuntut Polda Jawa Timur agar kasus ini bisa diusut tuntas. Serta mengajak semua pihak untuk melawan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Karena jurnalis sejatinya bekerja untuk publik,” tutur Fariz Fadhillah yang juga Koordinator Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan.
Kalau pun ada masalah dalam ranah jurnalistik, Fariz mengingatkan ada mekanisme penyelesaian tersendiri yang dijabani oleh Dewan Pers. Hal itu sudah tertuang dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.
Di tempat terpisah, Sekjen AJI Indonesia Ika Ningtyas juga menegaskan, bahwa pihaknya meminta pemerintah serius menyelesaikan kasus-kasus kekerasan pada jurnalis, termasuk mengusut semua pelaku kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi.
Kata Ika, pembiaran pada kasus kekerasan yang menimpa jurnalis menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan demokrasi.
“Pemerintah harus menunjukkan komitmen melindungi kebebasan pers dengan tidak membiarkan adanya impunitas terhadap para pelaku kekerasan yang telah merusak demokrasi kita,” tegasnya.
Berdasarkan catatan Bidang Advokasi AJI Indonesia, sepanjang 2020, kasus kekerasan terbanyak terjadi di Ibu Kota Jakarta (17 kasus), disusul Malang (15 kasus), Surabaya (7 kasus), Samarinda (5 kasus), Palu, Gorontalo, Lampung masing-masing 4 kasus.
Dari jenis kasus kekerasan yang dihadapi jurnalis, sebagian besar berupa intimidasi (25 kasus), kekerasan fisik (17 kasus), perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan (15 kasus), dan ancaman atau teror 8 kasus. Sedangkan dari sisi pelaku, polisi menempati urutan pertama dengan 58 kasus, disusul tidak dikenal 9 kasus, dan warga 7 kasus.