Setiap nama masih memiliki peluang mengejar satu sama lain, karena masih berada dalam angka yang berselisih di tipis. Dengan angka saling mengejar, faktor cawapres nantinya akan signifikan untuk meningkatkan elektabilitas,” terangnya.
Diposisi Cawapres ada nama-nama tenar, baik asli Indonesia Timur maupun nama-nama dari Jakarta. Di antaranya Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Mendagri Tito Karnavian, dan Mantan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman. Amran Sulaiman muncul sebagai tokoh lokal yang paling sering disebut oleh responden.
Menurut Agung Prihatna, konstalasi ini harus diwaspadai, karena pasangan capres cawapres bisa saling mendukung atau sebaliknya, saling menegasikan. Misalnya Prabowo dipasangkan AHY, itu membuat perolehan suara jadi turun karena mereka memiliki captive yang sama.
“Bila keliru memilih Cawapres, elektabilitas bisa jeblok,” tandas mantan Sekjen Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) ini.
Orang Indonesia Timur agaknya belum meunculkan figur lokal untuk calon presiden. Sehingga nama-bama capres relatif sudah baku dan sulit digoyang. Namun untuk figur Wapres terdapat satu nama lokal yang pergerakannya dinamis, yaitu Amran Sulaiman, mantan Menteri Pertanian yang berdarah Bugis.
Dengan konstalasi seperti itu Capres berada dalam persimpangan, apakah memilih pendamping yang berbasis partai atau kedaerahan.
“Calon wakil presiden yang memiliki pengaruh kedaerahan memiliki sebaran kurang merata, namun biasanya memiliki pendukung yang solid dan militan,” bebernya.
Sedangkan jelasnya, nama ketokohan di pulau Kalimantan seperti Sugianto Sabran, atau Mardani Haji Maming yang saat ini menjadi Ketua BPP HIPMI, belum muncul di radar survei index.
“Karena kami menilai dari jumlah popularitas di pemberitaan dan sisi kemuann tokoh untuk menuju kesana masih rendah, jika dibandingkan tokoh Pamasukan lainnya, seperti Syahrul Yasin Limpo atau Amran sulaiman,” pungkasnya .
Editor : Zepi Al Ayubi