BANJARMASIN, Poros Kalimantan – Angin segar kembali diterima kubu Petahana Pemilu Kepada Daerah (Pilkada) Kalimantan Selatan (Kalsel) 2020.
Pasalnya, Badan Pengawas Pemilu RI (Bawaslu RI) akhirnya mengambil keputusan yang memberikan keuntungan bagi kubu petahana.
Keberatan atas laporan pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) yang diputus Bawaslu Kalsel beberapa waktu lalu, dikuatkan oleh Bawaslu RI. Alasannya, peristiwa yang dilaporkan bukan termasuk objek pelanggaran TSM.
Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 2 Haji Denny-Difriadi (H2D) pun angkat bicara.
Anggota tim advokasi hukum H2D, Zamrony menjelaskan, sebelumnya ada 2 (dua) jenis laporan yang disampaikan kubu H2D: Pertama, pelanggaran administratif berupa penyalahgunaan wewenang berdasarkan Pasal 71 ayat (3) UU Pilkada.
Kedua, pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) berdasarkan Pasal 135A UU Pilkada.
Putusan Bawaslu RI yang baru saja diterbitkan adalah penolakan terhadap laporan yang kedua, terkait pelanggaran TSM.
Bawaslu RI berpendapat, peristiwa yang dilaporkan bukan objek pelanggaran TSM karena mayoritas dilakukan oleh Petahana sebelum ditetapkan sebagai Calon Gubernur, sehingga tidak memenuhi syarat 50+1% sebaran wilayah kejadian.
Tim Hukum H2D sudah menduga bahwa Bawaslu RI cenderung akan menolak keberatan yang diajukan, meskipun tetap menaruh harapan agar Bawaslu RI bertindak secara progresif, tidak kaku dan menjadikan keadilan sebagai tujuan utama.
Meskipun demikian, Zamrony menjelaskan bahwa permasalahan utama sebenarnya adalah laporan yang pertama.
Berdasarkan pada Pasal 71 ayat (3) UU Pilkada, apabila Petahana dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum ditetapkan menjadi pasangan calon sampai pemilihan selesai, menggunakan wewenang, program, dan/atau kegiatan yang menguntungkan dirinya, maka yang bersangkutan harus didiskualifikasi.