BANTEN, Poros Kalimantan – Ahli mengungkapkan gempa Banten berkekuatan M 6,7 yang guncangannya terasa hingga Jakarta, Jawa Tengah bagian barat dan Lampung merupakan gempa bumi di zona megathrust Jawa.
Berdasarkan informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa bumi Banten ini terjadi pada pukul 16.05 WIB, Jumat (14/1/2021).
“Gempa sore tadi (gempa Banten pada Jumat, 14 Januari 2022) terjadi memang pada bagian bawah dari zona megathrust Jawa,” ujar Gayatri Indah Marliyani, pakar Tektonik Aktif Geologi Gempa Bumi dari Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM, Jumat malam.
Gayatri menerangkan, analisisnya akan pusat gempa Banten yang merupakan zona megathrust Jawa ditunjukkan oleh kedalamannya yang cukup besar yakni 40 km.
Gempa Banten berpusat di 52 km barat daya Sumur Banten, tepatnya di koordinat 7,01 LS dan 105,26 BT dengan pusat gempa berada di kedalaman 40 km.
Selain kedalaman yang cukup besar, alasan lain gempa Banten disebut gempa megathrust Jawa yakni fokal mekanismenya yang menunjukkan orientasi searah dengan arah zona subduksi di daerah tersebut.
“Untuk gempa di kedalaman ini umumnya tidak menyebabkan tsunami, kedalaman yang besar dan magnitudo yang cukup besar menyebabkan dia bisa dirasakan meluas hingga ke daerah Bandung dan Jateng bagian barat,” jelasnya.
Untuk diketahui, zona megathrust Jawa memanjang dari Selat Sunda sampai selatan Banyuwangi, terbagi menjadi beberapa segmen yang bisa bergerak sendiri-sendiri.
“Yang bergerak sore tadi (gempa Banten) dari segmen megathrust Jawa yang paling barat, untuk gempa susulan dari gempa hari ini akan berada di sekitar pusat gempa sore tadi,” tambahnya.
Apa itu gempa megathrust? Dalam pernyataan wawancara, Sabtu (7/4/2018), dengan beberapa media, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menyebut, gempa megathrust bisa diartikan sesuai dengan kata penyusunnya.
“Thrust” merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik.
Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar. Daryono menjelaskan, mekanisme gempa megathrust bisa terjadi di pertemuan lempeng benua.
Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng disebut zona subduksi. Sementara zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudra bergerak ke bawah menghunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.
“Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona ‘patahan naik yang besar’ atau populer disebut zona megathrust,” beber Daryono.
Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
“Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting),” terangnya.
Daryono memaparkan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman sekitar 50 km, mencakup bidang kontak antarlempeng.