Komponen alatnya sendiri, Sumiran merogoh kantong pribadi sekitar Rp1 juta.
Sebagai pembanding, ia juga sering mencari apakah alat ini pernah dibuat di mesin pencarian. “Ternyata belum pernah dibikin, jadi saya buatlah,” tuturnya.
Selain kelebihan beragam bahasa itu, alat ini juga bisa terkoneksi melalui gelombang radio dengan radius puluhan kilometer. Sehingga jika ada gejala banjir, warga di desa lain pun juga dapat menangkap informasi lewat saluran radio.
Uniknya, alat ini menggunakan bekas baterai laptop sebagai daya.
Ditanya apakah alat ini bakal dipasarkan, Sumiran mengaku tak ada niatan.
Sumiran hanya berharap pemerintah atau pihak swasta bisa memberikan modal agar alat ini bisa disempurnakan lagi.
Reporter : Tung
Editor : Musa Bastara