SURABAYA, Poros Kalimantan – Indonesia kembali dikejutkan dengan penangkapan seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jawa Timur sebagai bagian dari jaringan terorisme.
Kejadian ini menunjukkan, paparan ideologi radikal terorisme tidak mengenal status dan tingkat pendidikan. Infiltrasi paham ini telah lama masuk dalam sektor pendidikan dari berbagai celah yang diabaikan lembaga Pendidikan.
Pengamat Pendidikan Nasional, Darmaningtyas, turut menyayangkan peristiwa tersebut. Ia menilai sejatinya radikalisme di kampus merupakan tanggungjawab semua pihak.
Dan upaya pembenahannya tidak bisa hanya dibebankan pada kampus semata, namun institusi pendidikan secara keseluruhan.
Itu bukan semata-mata tanggung jawab pihak kampus, tetapi juga institusi pendidikan secara keseluruhan, mulai dari SMP, SMA juga. Kalau doktrinnya di SMP dan SMA itu sudah kuat, ya tentunya ketika menjadi mahasiswa pun juga mereka tidak bisa digoyahkan. Jadi ini menjadi tanggung jawab bersama,” ujar Darmaningtyas, Rabu, (1/6/2022).
Dirinya melanjutkan, tidak ada yang salah dengan sistem penerimaan mahasiswa di kampus. Karena pada dasarnya perguruan tinggi merupakan tempat yang dipenuhi dengan perebutan pemaknaan yang juga ingin dimenangkan oleh setiap kelompok atau golongan untuk bisa eksis.
Darmaningtyas juga turut menyayangkan jika ada institusi perguruan tinggi yang cenderung meremehkan masalah radikalisme di lingkungan kampus.
Menurutnya hal ini cenderung akan membuat mahasiswa terhegemoni oleh pandangan-pandangan yang radikal yang tidak disadari.