BALI, Poros Kalimantan – Akses merata terhadap layanan keuangan formal semakin menjadi isu prioritas dan diupayakan oleh berbagai pihak. Hal ini menjadi perhatian negara-negara yang tergabung dalam G-20. Termasuk peran perusahaan BUMN dalam pemulihan ekonomi, serta isu-isu prioritas KTT-20, termasuk inklusi keuangan.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan, inisiatif Holding Ultra Mikro (UMi) menjadi inovasi untuk menyasar kalangan masyarakat unbankable dan meningkatkan inklusi keuangan. Dirinya ingin masyarakat yang dahulu harus menanggung beban bunga besar karena meminjam dana ke rentenir, beralih menjadi nasabah ultra mikro.
“Holding UMi menargetkan mereka yang sekarang di rentenir. Betapa tidak efisiennya mereka bayar bunga 500% setahun. Bagaimana jika mereka kita mudahkan aksesnya, masuk ke lembaga keuangan formal, maka mereka akan menambah margin. Mereka akan lebih kuat modalnya. Mereka akan punya kapasitas yang lebih besar,” ungkapnya.
Akunya, berdasarkan riset yang dilakukan BRI, Masih ada 5 juta usaha mikro yang dilayani rentenir dengan bunga tinggi, ada 7 juta yang larinya ke keluarga dan kerabat. Ada juga 18 juta yang belum tersentuh keuangan formal. Sebanyak total 30 juta pelaku ini yang akan menjadi target nasabah dari Holding UMi. Pada tahap selanjutnya, Holding UMi diproyeksikan akan mampu melayani total 45 juta nasabah.
“Terdapat tiga strategi quick wins untuk mensukseskan target nasabah Holding UMi. Pertama, integrasi layanan antara BRI, Pegadaian dan PNM melalui co-location Sentra Layanan Ultra Mikro (SENYUM). Hingga Agustus 2022, integrasi layanan melalui Gerai Senyum sudah mencapai 1.003 lokasi atau sudah lebih besar dari target awal adalah 978 lokasi Gerai Senyum. Tidak hanya itu, Nasabah PNM Mekaar yang kini bergabung sebagai AgenBRILink sudah mencapai lebih dari 44 ribu,” akunya.