BANJARBARU, Poros Kalimantan – Purun jenis rumput anggota famili Cyperaceae yang liar di rawa-rawa kembali menjadi primadona. Seiring dengan pemanfaatannya sebagai buah tangan di Banua. Masyarakat di lahan gambut Kalimantan Selatan telah menggunakan Purun sebagai bahan baku untuk kerajinan tangan. Mulai dari tas, bakul, tikar, topi, keranjang, sampai dengan barang hiasan yang bernilai ekonomis.
Potensi rumput ini salah satunya melimpah di Kampung Purun Kelurahan Palam Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. Masyarakat sekitar menyulap rumput liar ini menjadi produk bernilai ekonomi. Bahkan sebagai produk khas daerah yang bisa menembus sektor pariwisata nasional, hingga mancanegara.
Sejalan dengan komitmen perusahaan terhadap pembangunan yang berkelanjutan dengan memberikan manfaat pada ekonomi, sosial, lingkungan Perusahaan. PLN Unit Induk Distribusi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (UID Kalselteng), melalui Program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) hadir. Untuk mendukung program pemerintah dalam memberikan ruang bagi kaum perempuan, guna memberi dampak peningkatan ekonomi dan kesejahteraan melalui program TJSL Pengembangan Kampung Purun ini.
Salah satu Ketua Kelompok pengrajin Kampung Purun Al Firdaus, Siti Mariana, menceritakan, pendampingan yang diberikan PLN dimulai sejak 2019 silam. Mulai dari pengadaan peralatan, serta memberikan fasilitasi pelatihan kreasi olahan kerajinan Purun.
Hasilnya, pengrajin di Kampung Purun ini berhasil mengembangkan usahanya. Dengan memproduksi kerajinan lain seperti tas-tas kekininan, sendal purun, kotak hantaran dan lain sebagainya.
“Pendampingan PLN sangat terasa terutama dari sisi manajemen usaha. Branding produk-produk kami lebih kuat, makin ragam kreasi bisa bikin tas kekinian yang disukai anak-anak muda juga dan bisa dibawa jalan-jalan,” ujar Siti, Selasa (8/11/2022) tadi.
Siti mengungkapkan, kelompok pengrajin Al Firdaus berhasil mencatatkan pendapatan bersih Rp10jutaan per bulan. Hanya saja di masa pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu, omset penjualan terjun bebas. Penjualan yang tadinya sampai 2.000 produk perbulan, hanya terjual separuhnya. Imbasnya, pendapatan pengrajin turun diangka rata-rata Rp 4juta per bulan.
“Pada 2020 pemasaran kami menurun, karena adanya Covid-19, yang biasanya per bulan kami bisa jual 2.000 pcs menurun menjadi 1.000 pcs,” ujar Siti.