“Untuk menempuh jarak 50 kilometer, motor listrik memerlukan 1,2 kilo Watt hour (kWh) sedangkan motor konvensional perlu 1 liter BBM. Jika tarif listrik non subsidi adalah Rp 1.699 per kWh, maka biaya yang keluar hanya Rp 2.038 dan kendaraan konvensional harus menghabiskan sekitar Rp 10 ribu dengan harga BBM subsidi. Jadi ini jelas jauh lebih menguntungkan sekali,” lanjut Joharifin.
Jadi, dengan berbagai keunggulan yang diberikan seperti tanpa polusi dan hemat biaya, serta dapat menurunkan emisi gas karbon, maka kendaraan listrik menjadi pilihan yang tepat disaat kondisi alam kita yang sudah mengalami pemanasan global seperti sekarang, pungkas Joharifin.
Sementara itu, Roni Karua mengatakan emisi gas karbon adalah masalah bersama dan harus diselesaikan bersama-sama. Proyek Electric Vehicle for Billing Management dari PLN UID Kalselteng ini merupakan salah satu cara untuk menurunkan EGK.
“Kami sepaham dan sepakat dengan semangat PLN UID Kalselteng bahwa transformasi energi menuju _Net Zero Emission_ (NZE) 2060 bisa dilakukan dengan mengganti kendaraan konvensional ke kendaraan berbasis baterai (KLBB). Jadi kami sangat mengapresiasi dan terima kasih atas kepercayaan terhadap PLN Tarakan untuk melaksanakan proyek ini”, kata Roni.
Roni juga menegaskan, PLN Tarakan siap menjadi mitra penyedia kendaraan listrik baik motor atau mobil untuk operasional serta melakukan pembangunan SPKLU yang kesemuanya adalah untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca akibat asap knalpot motor atau mobil konvensional.
“Mari kita sama-sama jaga alam kita dengan beralih ke menggunakan kendaraan listrik berbasis baterai yang jauh lebih bersih dan hijau,” tutup Roni.