Jadi pemadam kebakaran, bukan sekadar urusan menjinakkan si jago merah. Tapi juga bagaimana meredakan api dalam diri. Seperti sekelumit kisah pria asal Tanah Laut ini.
PELAIHARI, Poros Kalimantan – Bertarung dengan si jago merah sudah jadi pekerjaan pemadam kebakaran. Mereka mesti selalu sigap di situasi apa pun, kapan pun, dan di mana pun.
Pantas saja bila mereka sesumbar, menyebut diri mereka pahlawan garda depan dalam beberapa aksi penyelamatan. Untuk mengetahui sisi dari damkar, mungkin kita hanya perlu satu kisah.
Satu kisah yang membuat kita barangkali memaklumi, aksi kebut-kebutan mereka di jalanan. Lantaran, selain bertarung dengan api, mereka juga bertarung dengan waktu.
Adalah Eko Prasetiyo. Biasa dipanggil Otonk. Sudah belasan tahun bergelut dengan api, atau dalam istilahnya sendiri, sering “beradegan panas”. Ia tergabung dalam Satuan Pemadam Kebakaran (Damkar) Pemkab Tanah Laut sejak 2008 silam.
Saat menjalankan tugas, ia berjibaku dengan segala jenis risiko. Seperti material bangunan, boleh jadi sewaktu-waktu runtuh. Luka gores? Sudah biasa. Untungnya, tak ada yang terlalu fatal.
Hanya saja ia pernah melihat si rekan, karena tergesa-gesa memadamkan api, tangannya tergores atap seng hingga harus dijahit.
Selain itu, mesin penyemprot air yang tiba-tiba mati juga pernah dialaminya. Panik tak terkatakan.
Di luar masalah itu, ada deretan masalah lain. Intinya, jadi pemadam kebakaran bukan sekadar urusan menjinakkan api. Ini juga perkara memberikan kepercayaan pada masyarakat.
Pada tahun 2009, misalnya, terjadi sebuah kebakaran yang menelan 1 korban jiwa. Dini hari. Bertepatan saat sahur di bulan puasa.