BANJARBARU, Poros Kalimantan – Pasal 72 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menambahkan norma baru dalam regulasi penyiaran, yaitu penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi. Termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital.
Hal Ini merupakan dasar hukum dimulainya proses migrasi pemancar siaran khususnya televisi dari modul analog menjadi modul digital.
Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Fenelon Pariela pernah menyebutkan, Indonesia sebenarnya telah tertinggal dalam penerapan teknologi siaran digital. Berdasar kesepakatan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa pada 2006, batas akhir dihentikannya siaran analog (analog switch off/ASO) kemudian penyiaran digital dilaksanakan sepenuhnya oleh seluruh negara anggota ITU adalah 17 Juni 2015.
Karena itu, UU 11/2020 memberikan tenggat waktu paling lambat dua tahun. Artinya, seluruh siaran televisi harus sudah dipancarkan dengan modulasi digital pada November 2022.
Alih teknologi modulasi penyiaran ini menurutnya merupakan keniscayaan agar terjadi efisiensi penggunaan frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas.
Pada modul analog, setiap pemancar siaran televisi membutuhkan lebar pita frekuensi sebesar 8 Mhz. Dengan menggunakan modul digital, pita frekuensi 8 Mhz dapat digunakan untuk memancarkan sekaligus 5 siaran TV dengan kualitas gambar high definition (HD) atau 13 siaran TV dengan kualitas gambar standard definition (SD).
“Sehingga, penggunaan frekuensi siaran analog dibandingkan siaran digital adalah minimal 1:5 dan maksimal 1:13,” ungkapnya.
Dalam penyiaran digital, frekuensi akan digunakan oleh 5 sampai 13 stasiun TV secara bersama-sama melalui sistem siaran multipleksing. Lembaga penyiaran tidak perlu lagi melakukan investasi untuk membangun infrastruktur pemancar. Sebab, hal tersebut akan dilakukan oleh penyelenggara multipleksing. Lembaga penyiaran dapat fokus pada proses produksi konten siaran, yang proses pemancarannya akan dilakukan melalui sewa saluran multipleksing.
Dengan mekanisme seperti itu, biaya investasi (capex) infrastruktur penyiaran akan semakin murah karena pada dasarnya ditanggung secara bersama-sama oleh beberapa lembaga penyiaran. Diharapkan pembangunan infrastruktur penyiaran akan semakin masif dan dapat menjangkau daerah yang selama ini belum dapat menerima siaran televisi tidak berbayar (free to air/FTA).
Beberapa kelebihan siaran televisi digital, menurut Oktariza dkk (2015), adalah kualitas siaran yang lebih stabil dan tahan terhadap gangguan (interferensi, suara dan atau gambar rusak, berbayang, memungkinkan siaran dengan resolusi HDTV secara lebih efisien, kemampuan penyiaran multichannel dan multiprogram dengan pemakaian kanal frekuensi yang lebih efisien dan Kemampuan transmisi audio, video, serta data sekaligus.
Melalui siaran digital, masyarakat akan mendapat manfaat berupa kualitas gambar dengan resolusi tinggi dan suara yang lebih jernih. Selain itu, akan lebih banyak pilihan saluran televisi yang bisa dinikmati. Semua manfaat tersebut akan dinikmati masyarakat secara gratis karena proses digitalisasi penyiaran ini dilakukan pada penyiaran tetap tidak berbayar.
Walaupun sama-sama menggunakan teknologi digital, siaran televisi digital bukanlah siaran televisi melalui internet atau streaming. Sebagaimana diketahui, untuk mengakses informasi dan hiburan melalui siaran streaming, masyarakat harus memiliki layanan data internet.