MARTAPURA, Poros Kalimantan – Mengingat Helmi Mardani, warga RT 01, Desa Jingah Habang Ilir, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar yang memertanyakan nasib lahan miliknya yang terdampak pengerjaan proyek Jalan Lingkar Mataraman – Sungai Ulin, belum ada proses ganti rugi lahan.
Kepala Dinas Penataan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel Roy Rizali Anwar melalui Kepala Bidang (Kabid) Penataan Ruang dan Pertanahan, Muhammad Nursjamsi mengungkapkan, terkait persoalan yang dialami Helmi tersebut sebenarnya sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) atau telah inkrah.
Dinas PUPR Provinsi hanya melakukan penyusunan dokumen saja, atau mendata mana lahan yang sudah atau belum dilakukan pembebasan lahan, dan berapa luasannya.
“Sebelum dikeluarkan dokumen perencanaannya yang memuat, baik terkait panjang, lebar, luasan lahan, dan jumlah Persil atau orang yang terdampak pembebasan lahan,” jelasnya.
Atas dasar tersebutlah, pihaknya dapat menetapkan lokasi yang ditandatangani Gubernur, setelah menyurati kantor wilayah (kanwil) untuk membentuk panitia pembebasan lahan, yang selanjutnya untuk pengukuran dilakukan Badan Pertanahan Negara (BPN).
“Tanaman tumbuh pun dilakukan penghitungan dari dinas kabupaten dan kota yang terkait. Jadi, dari data luasan, tanaman tumbuh, bangunan tersebut kita buatkan data normatifnya dan disetujui.
Selanjutnya kami meminta BPN untuk menunjuk Apraisal yang melakukan penghitungan setelah mendapat persetujuan Kanwil,” ucapnya.
Kendati demikian, perhitungan telah dilakukan apraisal secara langsung di lapangan, dan semua proses seperti berita acaranya telah disetujui semua pihak.
Serta proses musyawarah terkait proses ganti rugi telah diketahui semua pihak yang bersangkutan baik pemilik lahan.
Namun, diakuinya, hanya Helmi bersama keluarganya yang melakukan penolakan pada 2018 lalu, hingga menganggarkan satu pohon miliknya sekitar Rp1Juta.
Semua yang bersangkutan sudah kita panggil untuk memberikan pembinaan, dan menyampaikan baik, terkait total luasan lahan, tanaman tumbuh, hingga nilai bangunan yang terdampak proyek pengerjaan jalan. Semua total nilainya sudah kami sampaikan.
“Terkait masalah harga pohon, setiap kabupaten/kota kan sudah memiliki Surat Keputusan (SK) kepala daerah terkait satuan harga tanaman pohon berdasarkan usianya,” paparnya.
Karena terjadi penolakan dari Helmi, lanjut Nursjamsi, berdasarkan aturan, pihaknya pun memberikan waktu selama 14 hari untuk mempertimbangkan hal tersebut.
“Sebelum masa 14 hari berlalu, ternyata Helmi masih belum menyetujuinya dan malah mengajukan proses tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Martapura. Proses hukum pun dilaksanakan dengan menghadirkan sejumlah saksi,” ucapnya.