Nantinya, kantor Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin akan menjadi yang pertama pindah ke ibu kota baru. Hal itu akan diikuti dengan tiga kementerian, yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat pembahasan soal ibu kota baru terlalu cepat.
Ia sangsi target pemerintah memindahkan status ibu kota ke Kalimantan Timur tercapai pada 2024 mendatang.
Bukan apa-apa, pemerintah hanya punya waktu kurang dari tiga tahun mewujudkan target tersebut. Sementara, belum ada kepastian mengenai pembiayaan ibu kota baru.
Memang, pemerintah sudah merinci porsi pembiayaan yang akan ditanggung negara hingga swasta. Namun, tak ada kejelasan siapa saja pihak swasta yang akan berinvestasi di proyek ibu kota.
“Saya rasa porsi APBN untuk IKN masih bisa berubah atau naik dari 19 persen. Hal ini sangat bergantung dengan investasi swasta yang masuk ke IKN,” papar Nailul.
Jika tak ada pihak swasta yang mau berinvestasi di IKN, maka porsi APBN untuk membiayai IKN semakin besar. Hal itu akan membahayakan fiskal pemerintah.
Tersebab, pemerintah juga sedang berjuang menurunkan defisit APBN agar kembali ke level 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023 mendatang.
Selain itu, negara juga butuh dana besar untuk penanganan covid-19. Pemerintah masih harus menyalurkan banyak bantuan sosial (bansos) dan insentif demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Kalau tak pintar-pintar memilih prioritas, bisa-bisa dompet negara jebol.
“Sementara, belum ada kepastian apakah sudah ada pihak swasta yang benar-benar berminat berinvestasi di ibu kota baru, jika tidak, proyek ini akan mangkrak dan menjadi museum pembangunan terbengkalai paling besar di Indonesia,” jelas Nailul.
Bahkan, ia menilai nasib pembangunan ibu kota baru berpotensi sama dengan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang. []
Sumber: cnnindonesia
Editor: Ananda Perdana Anwar