Banua Lawas memang cukup jauh dari pusat Kota Tanjung. Berjarak kurang lebih 40 KM dan di area perbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel Syamsir Rahman menanggapi segala keluhan para petani.
Setelah cukup berhasil terkait harga, Ia bersama tim akan langsung ke lokasi meninjau dan mengkaji masalah Sungai Hapalah.
“Hari ini (30/09), bersama dinas setempat kami akan cek sungainya. Apakah itu kewenangan pertanian, kabupaten, provinsi atau dinas Pekerjaan Umum” jelasnya.
Masalah lahan juga sebenarnya dialami oleh petani Bakeri. Ia mengaku sebenarya tidak masalah dengan harga jual. Meskipun dalam kurun waktu saat ini, harga Rp. 500 adalah yang terburuk kala itu. Paling rendah saja dulunya ada di harga Rp. 1.000 ujarnya.
“Yang saya dan kami petani khawatirkan adalah berkurangnya lahan,” ungkapnya.
Bakeri sudah turun temurun dalam keluarganya bercocok tanam semangka dan budidaya pertanian lainnya. Hingga daerah Nagara atau Daha Selatan di Kabupaten HSS mendapatkan julukan penghasil semangka yang berkualitas.
Namun, eksploitasi sawit yang datang 10 tahun silam di daerahnya, membuat lahan berkurang. Sebagian petani menjualnya. Sebagian masih bertahan dengan tugasnya sebagai petani pangan.
“Satu hektare bisa capai 40 ton semangka. Dulu saja tidak bisa dihitung hasil panen yang saking banyaknya,” ungkapnya.
Bakeri dan Imis harap, lahan yang menjadi unsur penting pertanian jangan lagi berkurang. Karena untuk menanam, mereka perlu tanah. Dan itu semua mulai dibabat oleh industri. (why/and)