PELAIHARI, Poros Kalimantan – PERKEMBANGAN zaman tak selalu menggerus tradisi dan gaya hidup yang sudah turun temurun mendarah daging. Termasuk salah satunya urusan dapur yang kini serba mengandalkan Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau lebih dikenal dengan sebutan elpiji. Tapi, tak demikian dengan nenek Ani.
Perempuan 78 tahun, asal Desa Tebing Siring, Kecamatan Bajuin, Kabupaten Tanah Laut ini tetap setia menggunakan kayu bakar dalam urusan memasak di dapur. Kesederhanaan ini sejak puluhan tahun silam masih ia pertahankan.
Ia memiliki usaha warung kopi dan gorengan. Meski usahanya itu karib dengan urusan merebus dan menggoreng, namun ia tetap memilih kayu sebagai bahan bakar.
Tujuannya sendiri agar lebih hemat, sehingga penghasilan yang tidak seberapa, sebagian dapat ditabung.
Walau terkadang ia menggunakan gas LPG 3 Kilogram, namun hanya sesekali digunakan saat memasak sayur. Untuk memasak nasi, Nenek Ani masih menggunakan alat penanak nasi magic com. Sementara untuk keperluan lain, ia mengandalkan kayu bakar.
Ia menetap di Desa Tebing Siring sejak 1987 silam. Sejak pagi hari, ia rutin membuka warung demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Oleh kalangan warga setempat, warungnya dikenal dengan sebutan warung Mbah Marto. Marto, adalah adalah nama almarhum suami. Nama Marto juga melekat pada Nenek Ani. Ia pun sering dipanggil Mbah Marto.
Warung Nenek Ani berada di lingkungan RT 9, di tepi jalan poros desa. Tidak susah menemukannya. Letaknya persis berseberangan dengan kantor desa setempat di lingkungan RT 5.
Warung kopinya ramai pembeli saat saat kantor desa menggelar acara; orang-orang bakal disuguhkan beraneka gorengan yang masih mengepulkan asap di udara.
“Kadang juga sepi, Mas. Itu sebabnya saya mesti berhemat, pakai kayu bakar saja untuk merebus air,” kata Nenek Ani, dengan suara lirih.