Pertambangan juga menggerus kemampuan serapan karbon mangrove di sekitar pertambangan yang saat ini mencapai angka 245.028,37 ton karbon per tahun. Melebihi kemampuan PLTB Tolo di Jeneponto, Sulawesi Selatan yang hanya mereduksi 160.600 ton karbon.
Jika aktivitas tambang batubara di sekitar ekosistem mangrove tetap berlanjut, maka kemampuan daya serap karbon akan mengalami penurunan sebagai akibat dari degradasi ekosistem mangrove yang terjadi.
Aktivitas pertambangan dianggap telah mengubah bentang alam. Serta melepaskan polutan yang merusak ekosistem yang menampung ribuan spesies flora dan fauna.
Pembukaan lahan untuk aktivitas pertambangan juga merusak faktor iklim mikro seperti temperatur dan curah
hujan
Koordinator Program Biodiversitas dan Iklim Perkumpulan AEER, Iqbal Patiroi menyatakan. Aktivitas pertambangan di Pulau Kalimantan perlu dikurangi dan atau dihentikan.
Kemudian disertai upaya restorasi dan rehabilitasi pada setiap kawasan pertambangan. Yang tentu saja mesti dilaksanakan dan dikawal secara ketat dan serius.
“Agar dapat membentuk ekosistem yang berkelanjutan,” ujarnya.
Ia menilai, apabila itu dilakukan, satwa liar dapat hidup dengan aman di alam bebas. Dan menjalankan peranan ekologisnya di alam.
“Sehingga lingkungan kehidupan tetap berada dalam kondisi atau keadaan yang seimbang,” tutupnya.
Reporter: Sofyan
Pemred/Editor: Fahriadi Nur