“Terdakwa membantu PCN semata-mata menjalankan perintah atasan yaitu Bupati,” tulis Isnaldi dalam surat itu.
“Terdakwa tidak dapat mengambil keputusan apa un tanpa perintah dan persetujuan atasannya, yaitu Bupati. Sepatutnya Bupati yang menandatangani SK pengalihan IUP Operasi Produksi juga diminta pertanggungjawaban secara pidana.”
Hingga saat ini, menurut Isnaldi, Mardani H Maming belum tersentuh jerat hukum. Justru Dwidjono yang dijerat oleh Kejaksaan Agung.
Menurut Isnaldi, Dwidjono didakwa melakukan korupsi karena peralihan IUP itu melanggar pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selain itu, Dwijono juga diduga menerima dana sebesar Rp 10 miliar dari PT PCN. Menurut dia, uang tersebut merupakan pinjaman dari almarhum Henry Soetio.
“Uang yang diterima terdakwa dari Henry Soetio merupakan pinjaman dengan perikatan keperdataan yang sah sebesar Rp 10 miliar yang roll over hingga Rp 27 miliar yang sudah dikembalikan/ dibayar/ dilunasi oleh klien kami,” tulisnya.
Tersebab itu, ia meminta KPK agar melakukan supervisi terhadap penanganan kasus tersebut di Kejaksaan Agung. Isnaldi menyatakan kliennya meminta agar KPK memberikan rasa keadilan dan persamaan perlakuan di mata hukum.
Pasalnyac Mardani H Maming sendiri sempat daua kali dijadwalkan hadir menjadi saksi dalam perkara ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Tetapi pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Badan pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu dua kali pula mangkir. []
Sumber: tempoco
Editor: Ananda Perdana Anwar