Dengan jumlahnya yang signifikan, kelas menengah mendominasi konsumsi minyak goreng nasional. Kelas pengeluaran/kapita/bulan Rp 1-3 juta, yang merupakan 40,7 persen dari populasi, menyumbang hingga 46,4 persen konsumsi minyak goreng nasional.
Konsumen terbesar berikutnya adalah kelas pengeluaran Rp 400 ribu-1 juta, yang merupakan 46,9 persen dari populasi, menyumbang 42,2 persen konsumsi minyak goreng nasional.
“Berangkat dari data tersebut maka tidak mengherankan bila kemudian kerugian ekonomi terbesar akibat lonjakan harga minyak goreng akhir-akhir ini akan ditanggung oleh kelas menengah,” terang dia.
Konsumen rumah tangga minyak goreng di kelas pengeluaran/kapita/bulan Rp 1-3 juta dengan konsumsi per hari 4,23 juta liter, menanggung kerugian ekonomi Rp 1,57 triliun. Kerugian terbesar berikutnya dialami konsumen di kelas pengeluaran Rp 400 ribu-Rp 1 juta dengan konsumsi minyak goreng per hari 3,85 juta liter, menanggung kerugian ekonomi Rp 1.43 triliun.
Berdasarkan wilayah, kerugian ekonomi terbesar dari krisis minyak goreng dialami konsumen rumah tangga di Jawa, dengan konsumsi 5,1 juta liter per hari, menanggung kerugian Rp 1,99 triliun. Setelah Jawa, kerugian terbesar kedua dialami konsumen rumah tangga di Sumatera dengan konsumsi 2,5 juta liter per hari, menanggung kerugian Rp 0,85 triliun.
Konsumen di wilayah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, jika ditotal dengan konsumsi 1,7 juta liter per hari, menanggung kerugian Rp 0,54 triliun. Yusuf mengatakan, krisis minyak goreng ini harus diakhiri secepatnya, apalagi Ramadhan telah di depan mata. []
Sumber: republika
Editor: Ananda Perdana Anwar