RANTAU, Poros Kalimantan – Tokoh senior kebudayaan dan seni menilai, Kabupaten Tapin mengalami krisis identitas, ketiadaan aturan daerah yang mendorong seni dan budaya ditengarai menjadi penyebabnya.
“Harusnya ada payung hukum perlindungan Desa adat dan kebudayaannya, Turunan dari perda provinsi, banyak aturan adat Banjar dan lereng Meratus yang harus dilindungi,” ujarnya Ibnu Mas’ud tokoh budaya kabupaten Tapin.
Hal tersebut di sampaikan Ibnu saat diskusi dengan anggota DPRD Kalsel Wahyudi Rahman soal perda budaya banua dan kearifan lokal yang berlangsung dari sore hingga malam, Jumat, (26/3/2021).
Ada sejumlah poin yang Ibnu sampaikan, diantaranya soal hilangnya simbol-simbol daerah di bangunan pemerintah daerah yang baru, murahnya honor para pelaku seni budaya dan tidak tercatatnya budaya-budaya di Tapin yang berujung pada dicurinya kesenian asli Tapin.
“Bahkan honor pelaku seni di Tapin tidak menutupi biaya operasional dan perawatan peralatan mereka. Harusnya ada standarisasi soal honor ini yang tertuang dalam perda,” ujarnya.
Selain itu, Ibnu juga menilai, ikon daerah yang menjadi identitas, harusnya di sematkan di setiap bangun pemerintah di kabupaten Tapin, seperti pintu gerbang dan teras dengan desain rumah Banjar.
“Dengan nuansanya kedaerahan yang kental, ketika, orang masuk ke Tapin, tahu bahwa ini Tapin,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Ibnu juga mengungkapkan, terdapat hukum adat masyarakat lereng Meratus atau suku Dayak yang harus dijaga dengan sebuah aturan berupa Perda.