Serangan itu datang dari segenap jurusan dengan kekuatan yang besar. Hal ini memaksa pasukan John Masael menghindar.
Aksi menyelamatkan diri itu tak berlangsung lama. Saat rombongan John Masael berada di Kampung Kumpang Maligung, mereka berantakan. Beberapa orang ditangkap.
“Sedangkan Sarigading yang menyamar, ditembak mati polisi Belanda. Sewaktu ia menumpang mobil taksi di Banua Binjai (kini Barabai Kota) ingin menuju ke Banjarmasin,” tutur Sammy.
Dari cerita turun temurun masyarakat, Sarigading sedang ditunggu teman-teman seperjuangannya di Banjarmasin,
Sarigading keluar hutan. Namun, setibanya di Pantai Hambawang, Sarigading ditangkap pasukan Belanda, Ia lalu dibawa kembali ke Kampung Banua Binjai.
Di Banua Binjai, Sarigading dihukum tembak polisi KNIL. Jenazahnya dimakamkan di Kubur Muslimin Desa Banua Binjai yang sekarang ini kuburan muslimin Desa Banua Budi.
Selanjutnya, makamnya dibongkar dan dipindahkan ke Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, Pagat Batu Benawa.
Di Desa Banua Budi RT 04, ada beberapa situs atau tempat yang dapat dihubungkan dengan kisah kepahlawanan Sarigading.
Di antaranya rumah kayu berhalaman luas yang ada di RT 04 Desa Banua Budi. Kini bangunan itu ditempati oleh warga yang dipanggil Nenek Tair.
Mundur jauh ke masa silam, menurut masyarakat, rumah itu menjadi lokasi terakhir Sarigading sebelum diringkus peluru. Ia meninggal dunia di usia 30 tahun.
Berjalan lebih jauh dari rumah itu, melewati kebun kelapa, akan ditemukan jembatan kecil dari ulin. Jembatan itu dilingkupi rimbun daun rumbia.
Konon, Jembatan Sarigading menjadi saksi jenazah Sarigading dimandikan. Persis di sebelah kiri jembatan. Sebuah bekas sumur yang tertutup dedaunan.
“Masyarakat menyebutnya Sumur Sarigading,” pungkas Sammy.
Reporter : Akbar Rizaldi
Editor : Musa Bastara