Koordinator Aksi Fahriannor mengatakan, Munir memang pantas untuk tidak dilupakan dan selalu dikenang. Ia telah memilih menafkahkan hidupnya untuk memperjuangkan HAM. Sekalipun dia harus berhadapan dengan berbagai ancaman di masa rezim orde baru.
“Hingga pada akhirnya, Munir mengajarkan kita bahwa puncak risiko dalam memperjuangkan kebenaran, adalah kematian,” pungkasnya.
Meski jasadnya sudah tiada. Namun, menurut Fahri, jiwanya masih hidup. Bersama orang-orang yang memilih untuk membunuh ketakukan demi kebenaran.
“Jiwanya akan selalu hidup bersama mereka yang peduli dan berani. Berpihak pada rakyat kecil dan berani bersuara benar di tengah pembungkaman. Seperti yang pernah ia lakukan dulu,” pungkas Menteri Advokasi DEMA UIN Antasari itu.
Di samping itu, pihaknya mendesak agar pemerintah saat ini segera menepati janjinya. Menuntaskan kasus kematian Munir. “Jangan janji sekadar janji,” tegas Fahri.
Aksi seribu lilin tersebut juga diisi dengan pembacaan puisi karya mahasiswa UIN. Serta pembacaan tahlil untuknya.
Penulis: Arbani