DIAPIT LUBANG – Ruas Jalan di Desa Bitahan baru, yang menghubungkan 8 desa di Kecamatan Luani Tapin diapit lubang tambang. |
RANTAU, Poros Kalimantan – Lubang Tambang aktif milik salah satu perusahaan Batu bara di Kabupaten Tapin, menuai kritik dan protes masyarakat.
Pasalnya lubang tambang ini, posisinya selempar batu dengan badan jalan yang setiap hari dilalui oleh ribuan masyarakat pengguna jalan, karena membahayakan keselamatan.
Lokasinya berada di Desa Bitahan Baru, Kecamatan Lokpaikat Kabupaten Tapin. Jalan ini merupakan akses satu-satunya, yang menghubungkan Delapan desa di Kecamatan Piani. Serta menyambung Tiga Kabupaten, mulai dari Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan dan Tanah Bumbu melewati jalur pegunungan.
Bagaimana tidak, ruas jalan ini hanya berjarak antara 5 sampai 10 meter dari lubang tambang besar milik salah satu perusahaan tambang di Tapin.
“Aktivitas tambang itu jelas membahayakan bagi penggunaan jalan. Apalagi ruas jalan itu setiap hari digunakan masyarakat dari Kecamatan Piani ke kota Rantau, begitu pun sebaliknya. Baik untuk kegiatan perekonomian ataupun hal hal lainnya,” ujar Masyarakat Tapin, Sofyan Suri kepada Poros Kalimantan, Senin (17/2) siang.
Dia menjelaskan, Jalan yang diapit lubang tambang ini selain untuk aktivitas perekonomian masyarakat. Juga satu – satunya akses menuju salah satu bendungan terbesar di Indonesia, Bendungan Pipitak Jaya di Kecamatan Piani. Dimana saat ini masih dalam proses pembangunan.
Diterangkannya, banyak pihak yang tutup mata akan realita yang ada di sana, termasuk Pemerintah Daerah. Hal ini didasari karena jalan disana sudah bertahun tahun kondisinya seperti ini. Namun tak ada reaksi dari pemerintah, intansi terkait atau Instansi yang berwenang.
“Bagaimana tidak, hal itu seakan didiamkan. Mungkin hampir setiap hari kerja misalnya, Camat Piani, Kapolsek Piani, Danramil Piani dan ASN melewati jalan itu. Tidak mungkin lewat jalur Kandangan yang jelas itu sangat jauh,” menurut Akedemisi lulusan Agribisnis Pertanian ULM.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Poros Kalimantan, jalan penghubung sebelumnya dibangun pada tahun 1982 tidak berada dilokasi jalan saat ini. Namun karena ada aktifitas tambang, jalan dipindahkan ke tempat sekarang.
“Sebelumnya pada Tahun 1982 dibuat jalan untuk penghubung jalan ke Kota Rantau. Pada Tahun 2010 atau 2011 dipindahkan ketempat sekarang, karena jalan sebelumnya dibongkar karena tambang. Seperti yang kita lihat sekarang jarak hanya berkisar beberapa meter dari lubang tambang,” tegas Ketua Dewan Adat Dayak Tapin, Karliansyah.
Dibeberkannya, masyarakat pada kala itu sebelum pemindahan jalan sempat protes. Serta mempertanyakan apakah dibenarkan mementingkan kepentingan perusahaan, dibanding kepentingan rakyat. Namun, masyarakat tak ada daya dan terpaksa menerima keputusan bahwa jalan akan dipindah.
“Saat, proses pemindahan saya waktu itu belum menjadi ketua Dewan Adat Dayak. Saya bukan siapa siapa hanya masyarakat biasa. Kami pun sempat protes, pasalnya jalan baru tidak layak standar keselamatan. Jalan itu diapit Dua lubang tambang besar, itu rawan longsor dan membahayakan masyarakat,” terangnya.
Pihaknya berharap, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi dan aparat berwenang bisa menyikapi fenomena dan kondisi tersebut. Sehingga bisa memberikan solusi yang terbaik bagi masyarakat.
Sehingga masyarakat tidak was-was lagi, soal keselamatan ketika melewati jalan tersebut.(muf/zai)