JAKARTA, Poros Kalimantan – Kisah yang dijalani Hartati warga Desa Dukong, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung patut dicontoh.
Pasalnya Hartati menyulap rumput Purun menjadi sedotan ramah lingkungan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal ini bermula saat di daerah tempat tinggalnya, banyak masyarakat memanfaatkan tanaman Purun sebagai bahan dasar membuat tali anyaman.
Tali dari Purun sangat kuat untuk menahan beban yang berat. Namun seiring berkembangnya zaman, hal itu ditinggalkan.
Kendati demikian, Hartati tetap memandang rumput Purun sebagai bahan alam yang bisa bermanfaat banyak, jika potensinya terus digali. Dia membuktikan hal itu, bereksperimen dan menelaah, benda apa saja yang bisa dibuat dari rumput Purun ini.
“Akhirnya setelah belasan kali bereksperimen, saya pikir Purun itu bagus untuk bahan sedotan menggantikan plastik,” ujarnya.
Bahkan Hartati berkeyakinan, jika sedotan ini secara luas diterima pasar. Kedepan dirinya juga akan membuat barang-barang lain dari Purun. Seperti bingkai foto, tempat tisu, hingga dudukan lampu dan hiasan bunga kering.
“Usah ini berawal dari 2019, saya dibantu 3 orang rekan termasuk keluarga dan tetangga. Akhirnya saya memberanikan diri memproduksi sedotan berbahan dasar Purun. Tak menyangka, produk yang ramah lingkungan ini mendapat dukungan pemerintah daerah dan diperkenalkan melalui acara pameran produk asli daerah,” bebernya.
Diakuinya, dengan modal pribadi dan bantuan pemerintah daerah, Hartati bahkan bisa memasarkan sedotan ramah lingkungan berbahan dasar Purun hingga Jakarta, Bali dan Surabaya. Dengan perkembangan tersebut, Hartati mengajak hingga 20 orang koleganya untuk menjadikan produksi sedotan Purun sebagai usaha sampingan.
“Maret 2020 itu tidak menyangka ada pandemi Covid-19. Padahal kami lagi semangat-semangatnya karena permintaan mulai banyak. Tapi karena pandemi pesanan langganan jadi terhenti. Akhirnya kami sempat berhenti produksi sekitar 7 bulan,” jelasnya.
Akan tetapi cobaan tersebut tak membuat Hartati patah arang. Dia mengaku mulai kembali memproduksi sedotan dari tanaman Purun. Hartati menyebut, permintaan saat ini memang berkurang drastis. Bayangkan saja, sebelum pandemi pihaknya bisa memproduksi belasan ribu sedotan per hari, sedangkan saat ini hanya berkisar 6.000 buah saja.
“Meski begitu saya tetap optimistis. Bahkan berangan-angan kelak produk kami menembus pasar dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, karena kebutuhan akan sedotan begitu tinggi. Di sisi lain, masyarakat global ingin menekan penggunaan plastik,” terangnya.
Hartati pun punya cita-cita mulia, dirinya ingin warga di daerah tempat tinggalnya, memiliki penghasilan dan berdaya saing. Pasalnya dirinya melihat potensi tanaman Purun, bisa menjadi penopang ekonomi yang menjanjikan.
Bertemu BRI, Gayung Bersambut