TGIPF menilai, tragedi Kanjuruhan atau kerusuhan pascapertandingan sepak bola antara Arema vs Persebaya terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepak bola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain.
“Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita, sehingga dibutuhkan langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional,” tulis rekomendasi.
Langkah pimpinan Polri yang telah melakukan proses pidana dan tindakan administrasi dengan melakukan demosi sejumlah pejabat, sudah menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diapresiasi.
Namun demikian, tindakan itu juga perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan lanjutan terhadap pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian yang dilakukan oleh Dirintelkamatas nama Kapolda Jawa Timur.
Polri dan TNI juga perlu segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap aparat Polri dan TNI serta pihak-pihak yang melakukan tindakan berlebihan pada di Kanjuruhan seperti yang menyediakan gas air mata, menembakkan gas air mata ke arah penonton (tribun) yang diduga dilakukan di luar komando.
Polri juga perlu segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap suporter yang melakukan provokasi, seperti yang awal mula memasuki lapangan sehingga diikuti oleh suporter yang lain, suporter yang melakukan pelemparan flare,melakukan perusakan mobil di dalam stadion, dan melakukan pembakaran mobil di luar stadion. []
Sumber: beritasatu
Editor: AnandaPerdanaAnwar