Kata dia, saat ini masyarakat mesti menghadapi dua situasi rumit. Di satu sisi, masyarakat berhadapan dengan kondisi alam ekstrim akibat kemarau panjang.
“Di sisi lain, masyarakat mau bercocok tanam demi memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu caranya dengan membakar lahan. Nah, ini kami fasilitasi dan berdiskusi agar mendapat solusi terbaik,” tambahnya.
Sementara Kabid Perlindungan, Sumber Daya Alam dan Ekosistem pada Dinas Kehutanan (Dishut) Kalsel, Pantja Satata memaparkan UU Nomor 32 tahun 2009 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Di sana ia menyebut, pembukaan lahan ini boleh saja. Asal diawasi. Jangan sampai melebar dan menjalar sehingga mengakibatkan kebakaran hebat.
“Tinggal bagaimana di lapangan saja. Jika diawasi, pasti tak mudah menjalar ke mana-mana,” katanya.
Menurut dia, kondisi geografis di pegunungan Meratus kaya dengan mineral. Artinya, mudah padam.
“Berbeda hal dengan dataran rendah seperti lahan gambut,” imbuhnya.
“Yang penting adalah pengawasannya. Bahkan, sudah ada produk undang-undangnya dari pusat yang mengatur itu,” pungkasnya.
Reporter: Andra
Editor : Musa Bastara