Sebelum kegiatan penandatanganan nota kesepahaman, AJI Balikpapan Biro Banjarmasin membungkus agenda dengan kegiatan deklarasi kepengurusan dan diskusi refleksi kemerdekaan pers di Kalsel.
Dalam diskusi, hadir pembicara seperti Novi Abdi (AJI Korwil Kalimantan), Kabid Humas Polda Kalsel M Rifai, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP ULM Fahriannor dan penyintas kekerasan jurnalis Diananta Putera Sumedi.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis memang menjadi fokus utama diskusi tersebut. Ambil contoh di Kalsel, ada kasus Diananta Putera Sumedi yang dikriminalisasi akibat pemberitaan.
Nanta, sapaannya, memberikan testimoninya selama ditahan dalam di penjara selama 3,5 bulan. Dari Rutan Polda Kalsel hingga Polres Kotabaru. Ia pun berharap agar tindakan-tindakan serupa tak terulang.
“Penjara ibarat neraka dunia bagi saya,” kata Nanta
Fahrianoor, sepakat bahwa harus ada penegasan kasus kekerasan dapat dibendung. Caranya, dengan menyosialisasikan lebih jauh regulasi tentang pers kepada pihak-pihak yang sering bersinggungan dengan media massa.
Ambil contoh, Fahri menyebut harus ada komitmen yang kuat bagi Dewan Pers dan kepolisian untuk membawa sengketa pemberitaan cukup dengan mekanisme pers.
Ia juga meminta agar konflik regulasi seperti bertabrakannya Undang-Undang Pers dan UU ITE yang sering dinilai memiliki pasal karet untuk diselesaikan.
“Konflik regulasi dapat meningkatkan kasus hukum yang dialami pekerja media, berkembanganya kriminalisasi terhadap pers, publik sulit mendapatkan informasi yang benar, sampai demokrasi jadi terancam,” kata Fahri. []
Penulis: Wahyu Aji Saputra
Redaktur: Ananda Perdana Anwar