Oleh: Dr. Ir. Hj. Mariana, MP.
Dosen Prodi Proteksi tanaman ULM
Gagal panen akibat serangan penyakit yang semakin mewabah tak bisa dianggap enteng. Bukan hanya berakibat stok pangan yang semakin berkurang tapi yang langsung dirasakan kita semua adalah harga beras akan melonjak drastis. Realita di pasaran harga beras naik berkisar antara Rp. 1.000 hingga Rp. 1.500 per liter tergantung jenis beras. Penderitaan ini pasti akan dirasakan semakin berat pada saat sekarang semua harga kebutuhan pokok meroket akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, gas LPG semakin mahal, tarip dasar listrik dan air PDAM juga bertambah mahal. Kenaikan harga jual beras yang tinggi bukan menjadi anugerah bagi penjual karena terbukti pembeli yang semakin berkurang. Petani pun tidak mendapatkan untung saat beras langka dengan harga jual yang tinggi karena umumnya petani kita panen langsung jual di pengumpul. Bahkan yang menyedihkan bila petani sudah menjual saat tanaman masih di lahan karena tuntutan hidup yang tidak bisa ditawar.Kondisi terkini stok beras jenis lokal yang menjadi kesenangan warga sudah semakin menipis, bahkan habis.
Sulit untuk mencari siapa yang salah karena semua pasti akan mencari pembenaran agar terhindar dari tudingan yang berakibat fatal. Namun yang jelas semua ini akibat keterlambatan tindakan antisipasi untuk mencegah penyakit tidak semakin meluas. Padahal prinsip dasar mengatasi masalah penyakit Tungro yang lebih tepat dan akurat adalah pencegahan sebelum penyakit datang dan menghambat serangan semakin meluas.
Tidak heran luas lahan terserang terus bertambah dari waktu ke waktu dan daerah yang berdekatan dengan sumber penularan tak bisa menghindari kenyataan penyakit sudah menyebar meluas di berbagai daerah. Mulanya hanya endemi di Kabupaten Barito Kuala yang tertular akibat berdekatan lahan dengan daerah kapuas Kalimantan Tengah yang terserang hebat. Akhirnya saat ini menyebar lagi ke Kabupaten lain di sekitar seperti Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Banjarmasin dan banjarbaru, bahkan sudah sampai pula ke Hulu Sungai Selatan, Tapin, Tanah Bumbu dan Hulu Sungai Tengah.
Berbagai upaya tentu sudah dilakukan petani maupun petugas dari intansi terkait karena menyadari adanya gangguan penyakit yang diduga Tungro pada pertanaman padi sudah membuat petani menderita dan bahkan petani mulai putus asa. Harapan tanaman padi akan memberikan hasil untuk petani padi bisa tersenyum saat harga kebutuhan hidup yang semakin naik ternyata tinggal khayalan. Demikian pula yang dialami petani padi di Desa Tajau Landung saat ini sedang bersedih karena padi yang mereka tanam kerdil dan menguning sejak tanaman masih muda (pertumbuhan vegetatif). Ternyata harapan petani setelah tanaman padi masuk masa generative. Terbukti malai yang membentuk bulir sedikit tak sesuai seperti biasa tanaman tumbuh normal. Menurut Supiani salah seorang petani di desa tersebut penurunan produksi mencapai sekitar 60% atau terjadi penurunan minimal lebih separo potensi produksi hilang menurut pengakuan petani, dengan gejala di lahan tanaman menguning dan tahantak (tumbuh kerdil.