Menanggapi putusan Bawaslu tersebut, cagub Kalsel Denny Indrayana menyayangkan atas putusan tersebut.
Kendati demikian, hal itu tidak akan menyurutkan langkah Wamenkum HAM era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini untuk berjuang menegakkan Pilkada yang jujur, adil, dan tanpa politik uang.
Haji Denny panggilan Denny Indrayana mengatakan, ada beda persepsi dalam putusan Bawaslu tersebut. Ia mengatakan, tidak diterimanya gugatan dengan alasan tidak sesuai bukti yang disangkakan karena Bawaslu menggunakan perspektif Pidana Pilkada.
“Memang yang kami laporkan bukan pasal tindak pidana pemilu tapi pelanggaran administratif. Jadi kalau diperiksa secara pidana tentu saja keliru. Bukti-buktinya dibilang tidak ada. Salah kamar: yang kami laporan pelanggaran administratif, tapi diperiksa secara pida na pemilu,” ujarnya, Rabu, (04/11/2020).
Kemudian, H Denny menilai putusan Bawaslu Kalsel masih berjarak dengan rasa keadilan. Hal ini serupa dengan yang terjadi di Pilpres 2019.
Dirinya menjelaskan, bagaimana hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada gugatan hasil Pilpres 2019.
Yang mana pihaknya pada waktu itu menyampaikan berbagai pelanggaran Pemilu, mulai pelibatan aparat dan penyalahgunaan anggaran negara. Namun, putusan akhirnya menyatakan hal itu tidak terbukti.
Menurutnya, sering terjadi putusan pengadilan tidak mampu melihat ada atau tidaknya pelanggaran di lapangan. Sehingga, hukum masih berjarak dengan rasa keadilan.
“Kecurangan-kecurangan yang ada di lapangan meski dinyatakan MK tidak terbukti, tetapi beberapa kawan melihat, merasakan dan mengalami. Itu juga terjadi di Kalsel.
Bawaslu telah melakukan proses pemeriksaan dan sampai pada hasilnya, kita bisa mengkritis apa yang dilakukan itu masih berjarak dengan rasa keadilan,” jabar Wamenkum HAM zaman SBY ini. (arb/and)