Para pelaku usaha memang memiliki cerita pahit dan manis dalam menggeluti usahanya. Seperti yang dirasakan Refki, Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Karya Baru. Jatuh bangun mengembangkan usaha dialaminya. Mulai membudidaya ikan sejak tahun 1986, sempat Bangkrut lalu bangkit.
Ari Sukma Setiawan, Kabupaten Banjar
MARTAPURA, Poros Kalimantan – Selain dikenal dengan daerah pertanian dan perkebunan. Desa Sungai Alang, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar juga terkenal dengan penghasil ikan air tawar, yang dibudidayakan di perairan Sungai dengan metode keramba jala apung.
Salah satu jenis budidaya ikan yang menjadi keunggulan adalah ikan Nila. Perlu diketahui, menggeluti bisnis budidaya ikan Nila, tentu bukanlah perkara mudah.
Mengingat, selain membutuhkan ilmu yang mumpuni dalam tata cara budidayanya, pangsa pasar ikan Nila pun masih belum tentu digandrungi di setiap pasar tradisional di Kabupaten Banjar.
Hal ini tentu dialami juga oleh Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Karya Baru, Muhammad Refki.
Saat ditemui Poros Kalimantan Refki bercerita, secara swadaya Pokdakan Karya Baru terbentuk sejak 16 Juni 1986, hingga bertahan sampai saat ini.
“Jadi, pada tahun tersebut saya sudah mulai menggeluti bisnis budidaya ikan. Bisa dibilang orang pertama yang menggeluti bisnis budidaya ikan nila di Desa Sungai Alang,” ungkap Refki.
Diakuinya, bahwa mulai menggeluti usaha budidaya ikan Nila saat masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Pemasarannya masih dua tempat yakni, di Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar.
“Saat itu saya mengenal seorang Dosen disalah satu Universitas Negeri di Banjarbaru, yakni Pak Aksin. Saat itu melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sungai Alang. Sehingga saya memiliki jalur akses untuk memasarkan ikan Nila hasil budidaya kami ke pasar Banjarbaru,” cerita Refki kepada Poros Kalimantan.com
Meski sudah memiliki pangsa pasar di dua daerah ini, namun perjalanan usahanya pada tahun 1990 sempat gulung tikar. Pasalnya, kala itu pangsa pasar yang ia geluti terbilang sangat sulit.
Hingga beberapa tahun kemudian setelah dirinya sudah mulai berkeluarga, ide untuk membangun bisnis budidaya ikan pun kembali muncul. Ia kembali mewujudkannya pada 1994, sejak itu bertahan dan terus berkembang sampai saat ini.
“Bisnis budidaya ikan ini, memang menjadi ladang usaha yang kembang kempis. Lantaran ada berbagai faktor yang menyebabkan kerugian yang tak terduga. Diantaranya faktor alam, kesalahan tangan manusia, hingga keterlambatan penanggulangan baik itu dari pembudidaya dan instansi terkait,” bebernya.
Diakuinya, Pokdakan Karya Baru Desa Sungai Alang yang dikelolanya telah berbadan hukum. Alhasil Pemerintah pun bisa memberikan bantuan. Salah satunya dengan pengadaan bibit pada 2006 lalu. Yakni bibit ikan jenis Patin Jambal beserta pakannya.
“Bahkan, bantuan pakan ikan dan obat-obatan untuk meningkatkan imun tubuh ikan seperti vitamin C, anti biotik, probiotik dari Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPAT), masih kami dapati sampai saat ini,” jelasnya.
Begitu pun saat peristiwa matinya puluhan ton ikan budidaya, pada Oktober 2019 lalu. Diterangkan Refki, semua instansi terkait bersama Pembudidaya dapat saling kerjasama, menanggulangi musibah ini. Hingga proses pembersihan ikan mati, tidak sampai mencemari air sungai.
“Musibah matinya puluhan ton ikan pada 2019 lalu, bisa dibilang karena faktor alam dan keterlambatan tangan manusia. Mengingat, selain debit air sungai berkurang sebagai dampak musim kemarau, instansi terkait pun terlambat untuk melakukan pembukaan pintu air irigasi. Seandainya pengairan irigasi dibagi 50 banding 50 dengan pembudidaya ikan di Desa Sungai Alang, kemungkinan musibah matinya ikan tidak akan terjadi,” ujarnya.