BANJARBARU, Poros Kalimantan – Pengesahan Omnibus Law menjadi kontroversi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah sepakat. Pada Rapat Paripurna Senin, (09/10/2020) malam hari.
Polemik sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum disahkan. Semenjak menjadi RUU, penolakan terjadi. Utamanya dari para buruh. Lainnya lagi, juga menjadi kontra untuk sekian sektor.
Bagaimana bisa satu pembahasan rapat Undang-undang mampu berdampak multisektor. Untuk itu kami akan sedikit ringkaskan apa itu sebenarnya Omnibus Law.
Omnibus Law adalah satu RUU yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu Undang-undang.
Karena itu dalam Omnibus Law tak hanya mencakup masalah ketenagakerjaan. Juga beragam sektor lainnya, seperti perpajakan, lingkungan hingga akhirnya yang berdampak ekonomi.
Dalam isi Omnibus Law yang diusulkan ada tiga aspek yang digodok. Yakni RUU Cipta Kerja, RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian dan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Dan kemudian yang menuai kontra sejumlah pihak adalah RUU Cipta Kerja. Yang mana sudah tak memakai istilah “rancangan” lagi. Karena telah disahkan. Omnibus Law akan merevisi 79 UU dengan 1244 pasal.
Omnibus Law Ciptaker disetujui sebagian besar fraksi DPR RI. Hanya PKS dan Demokrat yang menolaknya.
Pembahasan panjang mengenai RUU Ciptaker telah dimulai dari Februari 2020. Sembari sibuk membahas, penolakan juga terus terjadi di beberapa daerah.
Badan Legislatif DPR dan DPD menyatakan telah melaksanakan rapat 64 kali untuk pengesahan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Ciptaker akan berdampak positif.
Khususnya mendorong pemulihan ekonomi nasional. Juga meningkatkan investasi dan pembukaan lapangan kerja. Yang mana sebelumnya lebih rumit tanpa RUU Ciptaker.