JAKARTA, Poros Kalimantan – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk genap berusia 126 tahun pada Kamis, 16 Desember 2021. Di perjalanannya yang ke 126 tahun, BRI terus berkarya untuk memberi makna Indonesia.
Sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, BRI mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk mendongkrak pemulihan ekonomi, terutama segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Upaya itu diiringi oleh sederet transformasi yang dilakukan BRI untuk memperkuat lini bisnisnya.
Direktur Utama BRI, Sunarso dalam sambutannya di acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) BRI ke-126 menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh insan BRILian (Pekerja BRI), atas semangat dan upayanya. Sehingga BRI berhasil mempertahankan kinerja positif meski dalam situasi yang penuh tantangan akibat pandemi.
Dalam perayaan yang dihadiri lebih dari 125 ribu pekerja di seluruh Indonesia secara daring tersebut, Sunarso memberikan apresiasi terbesarnya bagi insan BRILian, yang senantiasa bekerja dan mengawal proses transformasi BRI sejak 2016.
“Transformasi ini kami susun dengan blueprint BRIvolution. Bayangkan, kami bisa mentransformasi digitalisasi dan culture bahkan sebelum pandemi Covid-19. Sehingga lebih siap menghadapi ‘tsunami’ COVID-19,” ucap Sunarso (16/12).
Sunarso mengakui, segmen UMKM menjadi tulang punggung BRI berhasil melewati tantangan pandemi Covid-19 berkat transformasi digital. Hingga September 2021, BRI secara konsolidasi mencatatkan pertumbuhan aset 11,87 persen year on year (yoy) Rp 1.619,77 triliun.
“Kepercayaan nasabah untuk menempatkan dananya di BRI masih terjaga dengan baik. Hal ini tercatat dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh menjadi Rp 1.135,31 triliun,” akunya.
Diakuinya, dana yang masyarakat simpan sebagian besar pihaknya salurkan kredit, untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Sehingga pada posisi September 2021, kredit di BRI menembus Rp 1.026 triliun atau tumbuh 9,74 persen yoy.
“Ditengah situasi melambatnya kredit, kami masih tumbuh kuat. Aset-aset itu kita kelola dengan sangat hati-hati, dengan prudential principal yang tinggi. Sehingga ditengah tekanan kualitas kredit akibat dampak pandemi, BRI berhasil melalui berbagai program restrukturisasi dan masih tetap tumbuh secara selektif,” ungkapnya.
Di usianya yang ke-126, BRI secara aktif meneruskan komitmennya untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional. Dengan kinerja keuangan yang solid saat ini, Sunarso menjelaskan terdapat ruang bagi perseroan untuk memantik pertumbuhan ekonomi lewat ekspansi kredit.
Kemampuan BRI untuk melakukan ekspansi tercermin dari Loan to Deposit ratio (LDR) yang masih berada di angka 83 persen. Kemampuan ekspansi ini ditopang oleh permodalan yang kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 24 persen atau tiga kali lipat di atas threshold yang diatur Bank Indonesia (BI).
“Bagaimana kita melihat peluang kedepan? LDR BRI berada di kisaran 83 persen, bahkan regulator memberikan batasan atas 92 persen. Artinya BRI masih punya ruang yang cukup secara likuiditas, untuk menumbuhkan kredit. BRI masih punya kesempatan untuk tumbuh secara agresif kedepan, tentu disertai dengan kehati-hatian,” jelasnya.
Selain pertumbuhan bisnis secara organik, sejalan dengan visi BRI menjadi The Most Valuable Banking Group In Southeast Asia and Champion Of Financial Inclusion, BRI juga terus melakukan pengembangan bisnis melalui pertumbuhan anorganik.
Selama pandemi jelasnya, BRI telah melakukan 3 aksi korporasi besar. Pertama, melalui konsolidasi bank syariah Indonesia. Dimana saham BRI Syariah mengalami peningkatan hingga 4 kali lipat, dari sebelum konsolidasi sekitar Rp. 500,- saham BRIS, naik mencapai kisaran harga Rp. 3.000,-.
Kedua adalah anak usaha di bidang asuransi jiwa, BRI Life. Dia menjelaskan bahwa valuasi BRI Life telah meningkat mencapai Rp 7,5 triliun di tahun 2021. Dimana BRI sebelumnya mengakuisisi BRI Life dengan nilai Rp 1,6 triliun di tahun 2015. Di luar itu, BRI masih mendapatkan extra cash berupa access fee sebesar Rp 4,4 triliun, yang dibayar secara bertahap di tahun 2021-2024.
Ketiga, Sunarso menjelaskan bahwa BRI telah melakukan aksi korporasi penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau Rights Issue dalam rangka pembentukan ekosistem ultra mikro.
Total nilai Right Issue BRI mencapai Rp 95,9 triliun, yang terdiri dari Rp 54,7 triliun dalam bentuk partisipasi non tunai pemerintah berupa inbreng saham Pegadaian dan PNM. Sertai Rp 41,2 triliun dalam bentuk cash proceed dari pemegang saham publik. Pencapaian tersebut menjadikan Rights Issue BRI menorehkan sejarah sebagai Rights Issue terbesar di kawasan asia tenggara, menduduki peringkat ke-3 Rights Issue di Asia dan nomor 7 di seluruh Dunia.
“Maka kami memaknai bahwa perusahaan anak itu ada, untuk menjalankan fungsi dalam rangka value creation terhadap BRI Group. Perusahaan anak kami fungsikan dan perankan untuk mendiversifikasi income. Selanjutnya melakukan spreading risk, supaya resiko tidak menumpuk di satu item saja. Kemudian kami sadar untuk memperkuat dan memperluas customer base,” terangnya.
Sunarso memaparkan, konsolidasi dengan entitas usaha diperkuat untuk mewujudkan visi BRI, menjadi Champion of financial inclusion pada 2025. Sembilan anak perusahaan yang terkonsolidasi dengan BRI, tengah meningkatkan integrasi dalam rangka menambah value added seluruh produk BRI Group.
“Disamping itu, BRI juga terus melakukan transformasi manajerial dan kultur agar dapat meningkatkan tata Kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance),” bebernya.
Penerapan praktik GCG ini salah satunya tercermin dari pengukuran yang dilakukan pihak independen. Sunarso memberikan apresiasi kepada seluruh Insan BRILian atas pencapaian CGPI (Corporate Governance Perception Index), yang telah bekerja dengan governance yang baik. Sehingga saat ini indeks CGPI BRI menjadi yang tertinggi di antara seluruh BUMN.
Dalam semangat BRIVolution 2.0 yang saat ini berlangsung, Sunarso menekankan pentingnya efisiensi organisasi sekaligus kultur agility.
“Organisasi di BRI harus punya agility yang tinggi, maka kemudian hierarki kami sederhanakan menjadi lebih flat dan lebih agile,” tambahnya.
Dalam perjalanan ke-126 ini Sunarso mengakui, BRI terus menaruh atensi terhadap isu-isu krusial. Salah satunya Environment, Social and Governance (ESG). Unit khusus akan dibentuk BRI di usianya ke-126 ini, sebagai bukti keseriusan BRI dalam mengakomodasi penerapan ESG dalam operasional bisnis perseroan.
“BRI juga mengikuti perkembangan di luar, bahwa semua investor, pemegang saham,stakeholder sangat concern terhadap masalah ESG. Kami juga harus menyesuaikan organisasi, agar menunjukkan bahwa kita juga commit dan kita concern terhadap pengelolaan ESG itu. Ini adalah bagian-bagian dari transformasi,” pungkasnya.
Editor : Zepi Al Ayubi