BANJARMASIN, Poros Kalimantan – Standard Chartered, salah satu bank terbesar di Inggris menghentikan pendanaan ke perusahaan batubara terbesar kedua di Indonesia, PT Adaro.
Standard Chartered mengonfirmasi hal itu melalui surat elektronik kepada Market Forces. Kebijakan ini keluar setelah meningkatnya tekanan dari para aktivis lingkungan.
Sejak tahun 2006, Standard Chartered telah menyediakan dana sebesar US$434 juta untuk grup Adaro. Pada April 2021, Standard Chartered mengambil bagian dalam sindikasi pinjaman US$400 juta untuk Adaro.
Padahal Standard Chartered menilai risiko transisi iklim semua komponen batubara selaras dengan risiko 6 derajat pemanasan global.
“Seharusnya Standard Chartered memutuskan kebijakan penghentian pendanaan itu sejak dulu. Ini juga menjadi sinyal kepada pemberi pinjaman Adaro lainnya untuk mengakhiri semua pembiayaan Adaro,” ujarnya.
Pemberi pinjaman lain seperti HSBC, SMBC, Mizuho, OCBC, dan CIMB, memiliki kebijakan pengecualian batubara tetapi masih membiayai Adaro. Jika kebijakan pengecualian batubara tersebut benar, maka harusnya mereka juga segera meninggalkan Adaro.
“Tanpa tindakan apa pun untuk menghentikan pinjaman Adaro, kebijakan ini hanya basa-basi,” kata Nabilla Gunawan, juru kampanye Market Forces dalam acara temu virtual media, Kamis (14/7).
Di sisi lain, kontrak perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batubara (PKP2B) Adaro akan segera berakhir pada 1 Oktober mendatang.
Diketahui, Adaro memiliki cadangan batubara sebesar 1,1 miliar ton dan berencana akan menggalinya selama 20 tahun ke depan. Jika seluruh cadangan batu bara Adaro ini dibakar untuk pemakaian pembangkit listrik, maka berpotensi menghasilkan emisi yang sama dengan emisi tahunan negara India.
Andri Prasetiyo, Peneliti dan Manajer Program Trend Asia mengemukakan, penguatan komitmen iklim dan percepatan transisi energi di banyak negara membawa konsekuensi, banyak bank yang mulai menarik.
Sehingga saat ini, perusahaan pemegang PKP2B yang sedang dalam proses memperpanjang izin operasi mengalami banyak hambatan. Prosesnya tidak akan berjalan dengan mulus terutama akibat tekanan dari sisi pasar dan masyarakat.