“Kondisi akan semakin sulit karena ke depan akan ada relasi yang timpang. Industri batubara butuh dukungan dari lembaga finansial, tetapi lembaga finansial tidak lagi membutuhkan sektor ini karena pertimbangan resiko bisnis dan reputasi jika tetap mendanai sektor batubara,” ujarnya.
Adaro telah memproduksi 54 juta ton batubara pada 2021 lalu dan berencana untuk meningkatkan produksi batubaranya menjadi 60 juta ton pada 2022.
Adaro tidak memiliki rencana dengan metrik dan target yang jelas untuk mengurangi ketergantungannya terhadap batubara. Itu artinya Adaro berada di luar standar Net Zero Emisi 2050 oleh International Energy Agency (IEA) yang menyatakan tidak boleh ada tambang batubara baru setelah tahun 2021.
Perwakilan Standard Chartered menegaskan bahwa berdasarkan Power Generation Position Statement maka, Standard Chartered tidak dapat lagi mendukung PT Adaro Indonesia Tbk. karena perusahaan 100 persen bergantung pada bisnis batubara termal.
Kebijakan Standard Chartered juga menyatakan bahwa pada 2024, Standard Chartered hanya akan memberikan pinjaman kepada perusahaan batubara yang memperoleh kurang dari 80 persen pendapatannya dari batubara, yang secara alami mengecualikan Adaro karena memperoleh 96 persen pendapatan dari batubara pada 2021 tanpa rencana pengurangan.
Risiko transisi mendorong bank untuk meninggalkan batubara Aset batubara memiliki profil risiko tinggi. Risiko tersebut termasuk penurunan pasar batubara dalam jangka menengah dan panjang.
Sebuah studi dari Australian National University (ANU) memprediksi ekspor batubara China akan menyusut 49 persen pada 2025 dari kebijakan dekarbonisasinya. Sebesar 45 persen ekspor batu bara Indonesia dibeli oleh China pada 2021.
“Nasib baik dan masa depan industri batubara diprediksi tidak mampu bertahan lama. Transisi energi global akan mengakibatkan industri batubara kehilangan pasar,” jelas Andri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, pada Maret 2022 mengakui pembiayaan batubara memang semakin langka dan perusahaan tambang harus lebih mengandalkan modal internal untuk membiayai proyeknya.
Bank harus menjaga reputasinya dengan tidak mendanai perusahaan perusak lingkungan Adaro telah menjadi sasaran kritik oleh para aktivis. Seperti pada kasus penggusur paksa warga Wonorejo untuk ekspansi pertambangannya.
Penulis: Sofyan
Editor: Sofyan