Berkumpul dengan keluarga lengkap adalah salah satu kesempatan luar biasa. Tapi ada pula yang hanya bisa membayangkannya saja. Seperti anak-anak Panti Asuhan Tuntung Pandang, Pelaihari.
Penulis: Basuki Rahmat
PELAIHARI, Poros Kalimantan – Salah satu kebahagiaan terbesar kala lebaran adalah berkumpul dengan keluarga. Entah serumah atau jauh dari rumah.
Namun tak semua orang punya kesempatan luar biasa itu. Tak semua orang bisa menyalami tangan ayah dan ibunya. Ada yang merayakannya di pusara dengan doa sederhana, ada pula yang tak pernah bertemu orang tuanya; tak tahu berdoa untuk siapa.
Keharuan semacam itu bisa dengan mudah kita temukan di Panti Asuhan Tuntung Pandang, Desa Atu-Atu, Pelaihari. Bukan melankolia, apalagi drama.
Cerita-cerita mereka tak ada embel-embel dramatisasi. Setidaknya, kisah mereka dipintal oleh satu benang yang sama: lebaran tanpa orang tua.
Hanya Dibayangkan Saja
Faisal dan adiknya, Irpan, sudah bertahun-tahun ditinggal ibunya bekerja di Arab Saudi dan ditinggal sang ayah, untuk selamanya.
Faisal diantar ke panti asuhan saat masih kelas 3 sekolah dasar. Pada mulanya, si ibu tak pernah absen mengunjungi, namun baru 4 tahun belakangan tak ada kabar. Mereka jadi kesepian.
Untungnya mereka sendiri punya kakak yang bekerja di Banjarmasin. Kadang ia menjenguk sambil memberi sedikit uang saku. Tapi bukan itu yang mereka butuhkan. Lebih besar dari sekadar uang saku, mereka membutuhkan pelukan seorang ibu.
Sayangnya kerinduan itu tak tersampaikan secara utuh. Entah.
“Kerinduan merayakan lebaran bersama bunda hanya bisa dibayangkan saja,” ucap Faisal.
Terkadang Faisal merasa iri melihat anak-anak sebaya yang dapat merayakan dengan formasi sempurna. Ayah, ibu, dan saudara-saudara.
Seperti juga Irpan, adiknya yang kini duduk di kelas 5 SD, ada pancaran harap bisa berkumpul bersama lagi.
Tapi akhirnya Faisal bisa berdamai dengan dirinya, bisa menerima segala hal yang telah terjadi saat ini. “Teman-teman di panti ini sudah bagai saudara. Kami senang tinggal di sini,” pungkasnya.
Belajar Menerima Keadaan
Ada bermacam kesedihan. Tapi ada pula yang telah belajar darinya. Seperti halnya Andri.
Ia sudah tinggal 10 tahun di panti asuhan tersebut. Kini, ia sudah duduk di bangku kelas 3 SMA. Bersama adiknya, Robi, ia bukan menetap di panti asuhan karena tak ada orang tua. Tapi lantaran ayah dan ibunya memutuskan berpisah.
Walau pun lebaran terasa berbeda, namun mereka tak terlalu merasakan kesedihan mendalam. “Kami toh sangat senang berada di panti,” kata Andri.