Di ketinggian 315 meter di bawah permukaan laut, Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) itu dimaknai. Tahun ini, usianya 115 tahun.
PELAIHARI, Poros Kalimantan – Pada Jumat sore, 19 Mei 2023, bersama sejumlah komunitas, mulai pencinta alam, kesenian maupun olahraga, saya mendaki Bukit Priangan di Desa Bumi Jaya, Kecamatan Pelaihari, Tanah Laut.
Sebelum pendakian, seluruh peserta dikumpulkan di sebuah pos. Mereka diperingatkan agar mengisi formulir pendaftaran. Nantinya saya ketahui, jumlah peserta terdaftar, ada ratusan.
Satu botol air mineral dan mie instan cup diserahkan panitia sebagai bekal tambahan peserta di atas. 315 mdpl bukanlah apa-apa; kamu sudah pernah mendaki yang jauh lebih tinggi, begitu pikir saya.
Faktanya, saya memang pernah mendaki Puncak Tiranggang dengan ketinggian 830 mdpl sekali, sekitar setahun silam. Itu pengalaman pertama saya mendaki, dan ini berarti yang kedua. Tapi, bagaimanapun, rasa letih itu tetap tak terperikan.
Bukit Priangan sendiri dikelola oleh warga setempat. Telah dibuka sebagai wisata beberapa tahun silam. Jalan menuju bukit tak terlalu terjal. Bakal ditemukan beberapa daratan landai, di mana pendaki bisa sejenak mengambil napas dan mengistirahatkan dengkul.
Di atas hanya ada padang rerumputan dan semak setinggi separuh badan, sehingga tak seorang pun dapat menggantung buaian. Saat tiba di atas, kami disambut hangat langit menjelang senja, di tengah udara yang bertiup sepoi-sepoi.
Saat malam, suhu semakin dingin dan saya terpaksa mengencangkan kerah jaket. Tenda-tenda sudah didirikan; semakin malam para pendaki lain berdatangan. Bagi sebagian besar orang, seperti juga saya, berkunjung ke sini adalah untuk menyemai kenangan.
Dari atas sini, rumah dan bangunan yang menyala di bawah seperti segerombolan kunang-kunang. Pemandangan ini membikin orang-orang terhenyak, sebelum kemudian mengabadikannya melalui kamera gawai. Seseorang, entah siapa, menunjuk dan berseru, “Lihat, itu Rumah Sakit Boejasin!”
Dalam kesempatan itu, saya berbincang dengan Giri, salah satu panitia kemah Harkitnas. Ia bilang, kegiatan ini diciptakan atas dasar memupuk semangat cinta alam dan patriotisme.
“Ini juga momentum, mengingat dan membangkitkan kembali tentang kesadaran kebangsaan. Selain membangkitkan pula kesadaran cinta lingkungan,” ucapnya, Jumat (19/5).
Acara ini dimotori oleh sejumlah instansi, mulai dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) hingga Dinas Pariwisata (Dispar).
Giri bercerita, tentang salah satu kegiatan perkemahan. Dinamai dengan Operasi Semut: kegiatan ini mendorong peserta kemah aktif membersihkan lingkungan dengan mengumpulkan sampah di sekitar acara.
Bobot sampah nantinya akan ditimbang di pos pendakian. Bagi siapa yang paling berat timbangannya, akan diberikan hadiah.
“Hadiahnya berupa kipas angin, voucher hotel, baju dan lain-lain,” ungkap Giri.
Lantas terbersit satu pertanyaan; apakah dengan acara satu malam ini sekonyong-konyong bisa membangkitkan rasa patriotisme? Giri punya jawabannya.
“Dengan acara ini setidaknya mereka jadi tahu, ternyata ada yang namanya Hari Kebangkitan Nasional. Jadi kemah ini sebenarnya mengenalkan. Toh kalau tak diperingati, mereka tak akan mengenal dan mengenang jejak perjuangan,” ujar Giri.
Pada malam harinya, disergap suasana dingin, peserta duduk melingkar menyisakan sebuah ruang di tengah. Di sana berbagai penampilan seni disuguhkan.
Salah satunya pembacaan puisi dan monolog dari Forum Literasi Senja. Lalu ada pula penampilan akustik, yang membuat peserta tergoda menyanyi bersama-sama. Suasana seketika hangat dengan tawa dan gemuruh tepuk tangan.
Acara ditutup keesokan harinya, Sabtu (20/5), usai upacara dan kuis berhadiah. Dalam upacara tersebut, betapa sakralnya, merah putih berkibar diembuskan udara pagi bebukitan.
Di samping itu, Ketua Bappeda Tala selaku salah satu penggagas acara, Ismail Fahmi juga bilang akan mengusahakan acara terselenggara setiap tahun.
Pada akhirnya, saya jadi teringat salah satu ucapan Soetomo (Bung Tomo): “Kemenangan dipersiapkan untuk orang-orang yang mau berjuang dan mau memperjuangkannya.”
Saya merasa menang, dan saya kira, semua orang di sana juga merasa menang. Juga teman saya, yang baru pertama kali mendaki dan nyaris dikalahkan rasa lelahnya. Kini, setelah acara tersebut, ia berencana ingin mendaki lagi.
“Bukan saja rokok, ternyata mendaki juga bikin candu, Bung,” ucapnya, dengan napas ngos-ngosan.
Penulis : Musa Bastara