BANJARBARU, Poros Kalimantan – Di Indonesia, sejumlah lembaga penegak hukum disinyalir mendatangkan alat penyadap dengan metode zero click. Harganya ratusan miliar rupiah dengan mekanisme bawah tangan. Apa itu zero click?
Zero click adalah sebuah metode penyadapan yang tidak memerlukan aktivasi klik dari pemilik device maupun perangkat komputer.
Alat sadap model in telah menjadi konsentrasi sejumlah negara. Sebab, mampu meretas tanpa perlu aktivasi seperti model cara kerja alat sadap one click.
Peretas kebanyakan mengarahkan serangan ini untuk menyalahgunakan kerentanan yang sudah ada di perangkat lunak atau aplikasi perpesanan.
Serangan tanpa klik (zero click) adalah favorit para peretas. Lantaran, berbeda dengan one click, metode ini tidak memerlukan taktik rekayasa sosial untuk membujuk korban agar mengklik tautan atau lampiran berbahaya.
Alat penyadap ciptaan Israel bernama Pegasus dikenal sebagai alat yang bersifat zero click.
Pengadaan alat penyadapan diduga Pegasus disinyalir dilakukan oleh Polri tahun 2017.
Pada waktu itu sistem ini digunakan untuk Ditintelkam Polda Metro Jaya. Proses tender dilakukan pada 22 September 2017 senilai Rp99 miliar.
Ada 14 perusahaan yang ikut tender pengadaan alat tersebut. Dari jumlah tersebut ada tiga perusahaan yang melakukan penawaran.
Ini jelas jadi ancaman. Tapi seberapa besar kemungkinan alat ini bisa menyadapmu?
Tidak Dipakai “Sembarangan”
Menurut sumber Indonesia Leaks, alat pegasus ada yang terbatas dan tidak. Untuk yang terbatas, hanya bisa dipakai sebanyak 7 hingga 20 target user.
Tak cukup hanya menggunakan alat pegasus. Jika sudah membeli, maka pihak pengguna harus memperbarui perangkat lunak. Proses dilakukan setahun sekali.
Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaruinya tak sedikit. Bisa sampai Rp 100 miliar. Jika tak ada pembaruan, alat tidak akan bisa digunakan kembali.
Lantaran itu pula, target yang disasar merupakan sosok highprofile. Bukan ecek-ecek.
“Barang itu mahal. Kalau targetnya cuma mahasiswa, aktivis, serangannya nggak perlu Pegasus. Dengan cara-cara biasa di internet juga banyak,” ujar sumber Indonesia Leaks, dikutip dari Suara.com.
Menurut dia, alat Pegasus seharusnya digunakan untuk pertahanan negara dari ancaman atau serangan pihak luar. Bukan memata-matai masyarakat maupun tokoh politik di Indonesia.
Namun kenyataannya, Pegasus kerap disalahgunakan tidak sesuai fungsinya. Sehingga, praktiknya cenderung dilakukan serampangan. Bahkan menimbulkan abuse terhadap target.
Editor : Musa Bastara