JAKARTA, Poros Kalimantan – Bank Negara Indonesia (BNI) mempertahankan ekspansi kinerja solid pada awal tahun ini, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang menguat. Kualitas kredit terus membaik menambah kemampuan BNI dalam mengakselerasi percetakan pendapatan di awal tahun. Tingginya transaksi keuangan, menjadi sumber pertumbuhan Fee Based Income (FBI) yang mendorong pertumbuhan laba progresif.
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar memaparkan, percetakan laba lebih tinggi pada kuartal pertama tahun ini mencapai Rp 3,96 triliun, tumbuh 63,2 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Pencapaian laba bersih ini dihasilkan dari Pendapatan Operasional Sebelum Pencadangan (PPOP), yang tumbuh kuat 7,3 persen yoy menjadi Rp 8,5 triliun.
Pencapaian pendapatan operasional ini bahkan adalah tertinggi yang pernah dihasilkan BNI, lebih tinggi dari pendapatan operasional sebelum pandemi.
“Upaya perbaikan kualitas kredit melalui monitoring, penanganan dan kebijakan yang efektif membuat biaya pencadangan kredit juga turun tajam sebesar 26,1 persen yoy,” terangnya.
Total baki kredit ayang disalurkan akunya, sepanjang kuartal pertama 2022 tumbuh 5,8 persen yoy menjadi Rp 591,68 triliun. Posisi ini sudah lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi yakni Q1 2020. Indikator kinerja positif lainnya terkait dengan kualitas aset, likuiditas, dan efisiensi juga semakin baik. Sehingga turut mendorong tercapainya pendapatan operasional yang lebih tinggi.
“Kami bersyukur BNI mampu mempertahankan kinerja yang solid pada awal tahun ini. Kinerja ini merupakan salah satu tanda dari pemulihan sekaligus pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun ini,” jelasnya.
Royke menerangkan, ke depan BNI akan terus meningkatkan kinerja kredit dengan rentang pertumbuhan 7 persen hingga 10 persen pada tahun ini. Akselerasi kinerja ini akan sangat didukung oleh rencana penyaluran kredit lebih kuat dan berkualitas di semua segmen. Juga tren positif ekonomi makro, seperti kegiatan ekonomi yang lebih terbuka, serta harga komoditas yang kuat.
“Dengan dampak penyebaran Virus COVID-19 Omicron yang mereda, maka geliat ekonomi ini pun akan terus mendorong peningkatan kualitas aset BNI,” akunya.
Kinerja Fungsi Intermediasi
Kredit di segmen Business Banking masih menjadi motor akselerasi bisnis kredit BNI. Royke membeberkan, pertumbuhan ini terutama pembiayaan ke segmen Korporasi Swasta yang tumbuh 9,9 persen yoy menjadi Rp 193,2 triliun. Lalu segmen Large Commercial yang tumbuh 24,5.persen yoy menjadi Rp 46,1 triliun dan segmen UMKM juga tumbuh 11,8 persen yoy dengan nilai kredit Rp 98 triliun.
“Secara keseluruhan kredit di sektor Business Banking ini tumbuh 4,8 persen yoy menjadi Rp 489,3 triliun. Kenaikan ekspansi kredit di seluruh segmen tersebut, sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang juga sudah mulai pulih,” ucapnya.
Sektor yang dibidik di segmen business banking adalah sektor perdagangan, infrastruktur, dan industri pengolahan. Bahkan, pembiayaan segmen hijau terus menunjukkan kebutuhan pembiayaan dengan ticket size besar sekaligus berkualitas. Hal ini dapat menjadi motor pendorong kredit sindikasi, salah satu penopang kredit korporasi Perseroan.
Dari sisi konsumer, kredit payroll dan kredit kepemilikan rumah membukukan penguatan kinerja positifnya pada awal tahun ini dengan pertumbuhan masing-masing 18,8% dan 8,4% secara yoy. Secara keseluruhan, kredit konsumer tumbuh 11,4% yoy. Hal ini dikarenakan brand consumer banking BNI yang terbentuk dengan baik sehingga mampu memberi daya saing yang sangat kuat dalam berkompetisi dengan peers untuk melayani kebutuhan pembiayaan konsumer masyarakat.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini melanjutkan, dalam masa pemulihan ekonomi awal tahun ini, BNI pun memperkuat posisi permodalan dan likuiditas. Tentunya kondisi likuiditas dan permodalan ini menjadi pondasi dalam melanjutkan kestabilan kinerja sekaligus menopang pertumbuhan bisnis lebih positif.
Dana pihak ketiga tumbuh 8,4 persen secara yoy, dengan rasio dana murah atau current account and saving account (CASA) masih mendominasi dan terus meningkat menjadi 69,2 persen dari periode sama tahun lalu 67,9 persen.
“Pertumbuhan dana murah ini mendorong perbaikan Cost of Fund dari 1,74 perawn pada akhir kuartal pertama 2021 menjadi 1,46 persen pada kuartal pertama 2022. Ruang untuk ekspansi pun masih terbuka. Ditunjukkan dari loan to deposit ratio yang berada pada 85,02 persen. Di sisi permodalan, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) berada pada posisi 19,3 persen, naik 120 basis poin secara yoy,” sebutnya.
Novita menuturkan, perbaikan risiko kredit juga memberi dukungan peningkatan kinerja yang sangat baik pada awal tahun ini. Loan at risk BNI pada Q1 2022 tercatat 22,1 persen, atau membaik 4,8 persen secara yoy. Demikian juga halnya dengan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) BNI yang terus bergerak membaik 60 basis poin yoy ke posisi 3,5 persen dari periode sama tahun lalu 4,1 persen.