Desa Pumpung. Corak Intan Mengkilap. Dalam Tanah yang Lapuk.
BANJARBARU, Poros Kalimantan – Bagi warga lokal, masyarakat Banjar secara luas, mungkin tak asing dengan aktifitas penambangan emas/intan dengan metode “malinggang” menggunakan alat yang disebut Linggangan.
Ya, aktiftias itu kini masih terjaga dan dilakukan sebagian masyarakat di Desa Pumpung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru. Meski kini tentu tak seindah dulu dalam kaidah pendapatan mereka.
Tanah yang dulunya menghasilkan batu mulia paling ternama di berbagai negara, mungkin sekarang tak lagi menjadi penghasilan utama. Meski begitu, angka kunjungan wisatawanlah yang justru menopang pendapatan para penambang di sana.
Derap langkah kaki Paman Ijar (57) terdengar dari belakang. Tergopoh-gopoh ia menyapa penulis dan menawarkan batu-batu kecil dalam klip plastik kecil yang ia ambil dari tas pinggang. Namanya ‘Intan Lantakan’. Konon, orang dulu banyak menggunakannya sebagai rajah atau ajimat. Ada pula yang memasangnya dengan menanam di wajah, ada pula yang menanamnya di tiap sudut rumah.
“Satu biji ini 30 ribu rupiah,” ujarnya menawarkan, Jumat, (22/9/2023), siang. Meski ia tahu bahwa pengunjung menunjukkan mimik wajah yang tidak tertarik, ia bersikukuh menawarkan lagi berbagai jenis batu-batu lain yang ada dalam tas kecilnya.
Matahari sedang terik. Keringat jatuh dari dahi ke punggung tangan yang gelap. Urat wajah yang lelah ditempa angin dan hawa matahari mengiri perbilangan waktu yang disebut umur.
Paman Ijar mengaku sudah menjalani sebagai pendulang intan sedari muda. Sampai kini lebih sering menerima uang tip dari pengunjung untuk penghidupannya. Penghasilan yang lebih instan ketimbang intan.
“Tanah-tanah ini bekas galian pendulangan. Ada yang memang sudah “rumbih (longsor)”. Tanahnya sudah dibalik. Banyak juga yang sudah menjadi kubangan. Tapi masih ada beberapa lokasi yang ada intannya. Ada ciri-ciri batu ‘hamparan’ sebagai tanda di lokasi tanah itu ada intan,” ia memaparkan sembari membelakangi lobang galian berlatar belakang mesin pompa/dumping.
Mesin tersebut, menjadi metode para pendulang untuk melubangi dan menggerus tanah-tanah. Memfilter alias menyaringnya dari kumpulan pasir kasar hingga paling terhalus. Tekanan air yang tinggi kerap kali mengikis tanah-tanah dari lapisan terluar hingga lapisan terdalam hingga bertemu dengan sumber air lagi. Jika sudah terdiam lama dan tiba musim penghujan, lobang-lobang yang menganga lebar itu biasanya akan menjadi danau.
Seorang pemuda, Imis (31) mendekati penulis dan menawarkan lagi bongkahan-bongkahan permata. Ia menjualnya dalam satu klip plastik itu seharga 300 ribu. Kata Imis, perihal dulang-mendulang intan dan malinggang menggunakan linggangan sudah dimulainya dari kecil.