JAKARTA, Poros Kalimantan – Digitalisasi kini menjadi senjata utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, guna menghadapi tantangan dalam pengembangan bisnis mikro dan ultra mikro. Hal ini seiring dengan berjalannya lini usaha baru Holding Ultra Mikro (UMi), bersama PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Direktur Utama BRI, Sunarso mengatakan, bahwa terdapat dua tantangan utama dalam menangani bisnis mikro dan UMi, yaitu tingginya operational cost dan operational risk khususnya pada pelayanan nasabah yang dilakukan secara manual.
“Digitalisasi bisa dijadikan senjata utama dalam menghadapi kedua tantangan tersebut. Melalui digitalisasi, tingginya operational cost dan operational risk yang lebih disebabkan karena human error akan lebih terkendali,” ungkapnya.
Meskipun demikian akunya, digitalisasi juga memiliki tantangan tersendiri. Karena banyaknya masyarakat di Indonesia yang masih belum melek dunia digital. Oleh karena itu, transisi menuju masyarakat digital pun membutuhkan semangat lebih. Nantinya, BRI yang akan mendorong SDM agar lebih berperan di garis depan, yakni berinteraksi langsung dengan masyarakat sebagai penyuluh digital yang mengajari masyarakat secara digital.
Terkait optimisme digitalisasi saat pandemi Covid-19, menurutnya justru kondisi pandemi ini mempercepat proses tersebut di tengah masyarakat, bahkan pandemi terbukti dapat menjadi akselerator proses digitalisasi.
“Sebagai contoh, penggunaan BRImo terus menunjukan peningkatan signifikan hingga mencapai 86,7 persen dari 11,7 juta pengguna per Juni 2021. Sedangkan pengguna QRIS melalui BRI terdapat sekitar 1 juta merchant per September 2021 atau meningkat 700 persen. Selain itu sepanjang 2021 jumlah transaksi melalui e-channel BRI menembus 5,7 miliar,” terangnya.
Terkait dengan optimisme pertumbuhan kredit, pihaknya sangat optimistis karena di saat kredit (industri perbankan) yang hanya tumbuh kurang dari satu persen saat pandemi, di BRI kredit mikro mampu tumbuh 17 persen.
Prioritas Holding UMi