BANJARMASIN, Poros Kalimantan – Umum diketahui, Banjarmasin dikenal kota seribu sungai. Ironisnya, sungai saat ini sudah diabaikan. Marwahnya hilang.
Bagaimanapun, sungai selalu menarik diperbincangkan. Maka dari itu, Rabu (30/8) tadi pagi, digelar Forum Group Discussion (FGD) membahas mengenai sungai.
FGD bertempat di Rumah Alam Sungai Andai, Jalan Sungai Andai No. 8 Sungai Jingah, Banjarmasin.
Temanya “Batang Banyu: Matan di Hulu Larut ka Hilir”. Kegiatan ini adalah program publik dari proyek residensi MODUS/Air, sebagai bagian dari Jejaring Rimpang, Pekan Kebudayaan Nasional 2023.
FGD ini adalah bagian dari rangkaian Panjang Residensi seniman terpilih dari program Modus/air, yaitu Novyandi Saputra.
Terselenggaranya acara ini merupakan kerja sama dari Indeks (Bandung), Pertigaan Map (Surabaya), dan rekanan residensi Borneo Urban Lab (Banjarmasin).
Kegiatan ini diikuti 20 orang dari latar belakang berbeda. Apakah mahasiswa, penggiat seni, pemerhati lingkungan, maupun akademis.
Adapun tiga narasumber di antaranya Novyandi Saputra, Drs. H. Hamdi dan Prof. Bambang Subiyakto. Serta dimoderatori, Sumasno Hadi.
Pertama, Novyandi. Ia memaparkan mengenai data-data. Baik dari data saintifik maupun data berbasis pengetahuan pengalaman banyak pihak.
“Manusia sungai berubah. Sungai yang semula menjadi ruang hidup, berubah menjadi ruang buang. Kebijakan pipanisasi sejak 1937 terus berlanjut dan berujung pada sungai yang kehilangan marwahnya,” tutur Novyandi.