Di Bumi Murakata, Lok Laga bukan sekadar wisata. Ia juga menandai tradisi hingga saat ini. Sebuah legenda.
BARABAI, Poros Kalimantan – Lok Laga mungkin hanya legenda. Entah. Tapi yang pasti, lokasinya betul-betul nyata. Jadi tempat wisata.
Lokasinya berada di Desa Sungai Harang, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST)
Legenda ini masih diceritakan sampai saat ini. Entah jadi dongeng pengantar tidur atau disisipi dalam obrolan malam.
Sebelum membaca cerita ini, siapkan kopi dan pisang goreng. Kali saja anda memerlukannya. Tapi kisah ini juga tetap nikmat dibaca tanpa sajian apa pun.
Saya Akbar Rizaldi, wartawan Poros Kalimantan, mencoba menceritakan kembali Lok Laga. Narasumbernya adalah tokoh masyarakat setempat.
“Kisah ini hanya sebuah legenda, tidak diketahui benar atau tidaknya,” kata pria bernama Aidi itu, Minggu (10/9).
Secara bahasa, Lok Laga berarti Teluk Naga. Menurut hikayat orang baheula, awal cerita Lok Laga dimulai di sebuah kampung pedalaman.
Ceritanya, di kampung pedalaman itu, seorang pangulu (penghulu, red) adat melaksanakan pernikahan putri tunggal yang sangat ia sayangi.
Dalam acara pernikahan itu, digelar arak-arakan pengantin selama tujuh hari tujuh malam.
Tamu yang hadir bukan hanya kalangan biasa, melainkan para kepala suku dan kepala balai. Semua berdatangan. Mulai dari berjalan kaki, mencongklang kuda, hingga mendayung lanting.
Mereka kebanyakan dari kawasan baruh (hutan rawa) di seberang lautan. Sebagian dari gunung dan perbukitan nun jauh.
Para tamu undangan yang datang lalu disuguhi berbagai macam masakan. Seperti nasi, lamang dan ketan.
Untuk hiburannya, ditampilkan musik kurung-kurung. Alat musik ini terbuat dari kayu panjang. Pada bagian bawahnya terbuat dari bambu dan peralatan lain.