BANJARMASIN, Poros Kalimantan – Sepak terjang Partai Komunis Indonesia (PKI) di Kalimantan Selatan tercatat dalam sejarah. Partai pimpinan AM Hanafiah (Sekretaris I CDB PKI Banjarmasin) sejak tahun 1955, ini juga memiliki beberapa ormas di bawah naungannya.
Sebut saja ormas yang dimaksud adalah Serbupri (Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia), Serba (Serikat Buruh Daerah Autonom) bagi pegawai pemerintah daerah, Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan juga Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat)
Pengalaman mengenai Lekra dialami seniman Kalimantan Selatan, H Adjim Arijadi. Sejarawan dan Dosen Program Studi Pendidikan Sejaran FKIP ULM, Mansyur, menerangkan, ketika itu Adjim berusia 24 tahun ikut bergabung dalam Komunitas Manikebus. Adjim juga merasakan dampaknya, yakni ditekan dan diteror oleh kelompok seniman Lekra dan Lesdra- organisasi massa sayap PKI.
Suatu ketika, akan digelar sastra lakon karya Adjim berjudul “Alam Yang Diputihkan” di tahun 1965.
“Bertempat di lapangan Merdeka, kini Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin,” terangnya.
Pada saat latihan yang melibatkan ratusan artis drama sudah berlangsung beberapa bulan (tempat latihan di Balai Wartawan Banjarmasin, kini beralih fimgsi menjadi Hotel Batung Batulis). Di saat itulah meletus peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI. Maka rencana pementasan di lapangan Merdeka pada 5 Oktober 1965 kemudian dibatalkan.
Sakit hati tak jadi pentas, Adjim membentuk sekaligus memimpin gerakan perlawanan terhadap PKI beserta antek-antek organisasi mantelnya, seperti Gerwani, Pemuda Rakyat, IPPI, CGMI, Lekra, Ledra dan LKN yang pro Ali Surachman (tokoh PKI). Gerakan perlawanan ini bernama aksi karyawan seniman Banjarmasin.
Adjim turun ke jalan-jalan di kota Banjarmasin. Bersamanya ada seniman lainnya seperti Anang Adenansi, HJ Djok Mentaya, Rustam Effendi Karel, M Hadaryah Roch, Imran Mansur, Kaspul Anwar, Gapuri Arsyad, M Taher, Ideris Bima, Sufiani HB, hingga Said Alwi.
Lekra di Kalsel sebelum G30S berkembang pesat dan menjadi wadah pertemuan para intelektual dan seniman dengan latar belakang yang berbeda-beda. Organisasi ini adalah tempat berkumpul seniman lukis, seniman tradisional, sastrawan dan sebagainya.
“Walaupun tidak ada pendataan anggota, ada yang meyakini bahwa anggota Lekra sampai puluhan bahkan ratusan ribu orang. Lembaga Kebudayaan Rakyat, pada masa Orde Baru dianggap sebagai organisasi underbouw Partai Komunis Indonesia,” jelasnya.