BANJARBARU, Poros Kalimantan – Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) selalu menjadi topik hangat. Pemerintah dianggap longgar lantaran lemahnya UU minerba.
Rabu (27/10/2021) tadi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat putusan terkait Judicial Review UU Minerba. Yang mana pasal 169 A ayat (1) huruf a dan b bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) serta pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.
Dalam hal ini, MK menghilangkan frasa “diberikan jaminan perpanjangan” dan mengubahnya menjadi “dapat diberikan perpanjangan” serta frasa “dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan” diubah menjadi “dapat”.
Putusan ini memberi kekuatan hukum yang cukup bagi negara. Untuk mengevaluasi secara menyeluruh izin PKP2B dan IPK yang akan habis kontraknya.
Mengomentari hal tersebut, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono berpendapat. Sudah seharusnya pemerintah melakukan evaluasi sebelum memberikan izin perpanjangan. Baik itu KK maupun PKP2B
“Pemerintah perlu mengevaluasi perusahaan terkait kerusakan lingkungan. Apakah kewajiban perusahaan sudah dijalankan. Seperti reklamasi lubang tambang, pajak, konflik agraria semua harus dibuka datanya,” tuturnya. Ia juga menegaskan. UU Minerba sudah selayaknya dicabut.
Kisworo punya data. Ada beberapa perusahaan tambang besar di Kalsel yang akan habis masa kontraknya. Seperti PT Adaro Indonesia yang segera berakhir Oktober 2022 nanti. Sementara yang sudah melakukan perpanjangan adalah PT Arutmin.
Kembali kepada UU Minerba. Dwi Sawung dari Walhi Pusat menyebur, bahwa masih banyak pasal-pasal yang bertentangan UUD 1945.