TANJUNG SELOR, Poros Kalimantan – Keanekaragaman hayati terhampar di provinsi paling muda di Tanah Air ini. Berdasarkan sumber pertumbuhan ekonomi Kalimantan Utara 6,91 persen tahun 2019, keanekaragaman hayati yang terkinversi ke dalam lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya menempati urutan kedua struktur pembentuk ekonomi Kaltara dengan share 15,88 persen.
Hanya saja, keanekaragaman tersebut justru lebih dieksploitasi oleh negara tetangga. Sebagai contoh, banyak buah-buahan andalan Malaysia dan Thailand yang justru bibitnya berasal dari pedalaman Provinsi Kaltara. Belum termasuk keanekaragaman hewan yang bernilai ekonomis.
Untuk itu, Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie meminta Kementerian Pertanian RI membentuk Sub Balai dan atau Sub Penelitian Pengembangan Hayati di Provinsi Kaltara. “Lalu pengembangan hewan-hewan di sini yang bisa kita jadikan komoditas ekspor. Di sini banyak rusa, babi hutan. Jika itu dikembangkan untuk peternakan berskala besar, bisa menjangkau pasar internasional. Tetapi, aktivitas ekonomi itu harus seimbang karena ketersediaan sumber daya alam. Artinya menjaga kelestariannya juga sangat penting,” kata Gubernur Irianto, Kamis (18/6).
Sejatinya ia juga telah mengusulkan pendirian Pusat Pengembangan dan Penelitian (Puslitbang) Kepiting dan Udang. Pasalnya, Provinsi Kaltara punya potensi luas tambak rakyat 149 ribu hektare. “Itu kemungkinan tambak terluas di dunia milik rakyat. Bukan hanya di Indonesia. Tetapi orang sering tidak tahu. Sekarang ini potensi itu dimanfaatkan oleh negara tetangga Malaysia, khususnya di daerah Sabah dan Serawak,” sebutnya.
Di Krayan, Kabupaten Nunukan terdapat beras Adan yang sudah memiliki ‘brand value’ dan berkualitas kualitas terbaik. Wajar bila harganya mahal dan menjadi andalan asupan karbohidrat rakyat dan petinggi Kesultanan Brunei Darussalam. “Kementerian Pertanian seharusnya berpikir untuk mengembangkan jadi bibit nasional. Bisa itu. Dan itu mahal. Di Kaltara yang asli dari Krayan bisa Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu per kilogram. Harus naik pesawat ke sana. Dijual ke Malaysia itu sudah berapa Ringgit,” ujarnya.
Begitu pun potensi padi ladang Kaltara. “Masyarakat pedalaman kita, suku Dayak, punya bibit-bibit yang sangat bagus kualitasnya. Kementerian Pertanian harusnya mengembangkan itu untuk bisa dijadikan bibit nasional,” ujarnya.
“Di Krayan juga ada festival buah-buahan lokal. Semua masyarakat desa dikumpulkan di ibu kota kecamatan memamerkan buah-buahan mereka. Itu ada puluhan jenis buah yang mungkin banyak masyarakat Indonesia bahkan dunia belum pernah melihat. Durian saja ada warna ungu, itu jadi obat. Belum lagi warna lain, dan buah-buahan hutan yang tidak dikenal termasuk juga untuk bisa sayur sebagai sumber serat,” ujarnya.