Berbicara sedikit potensi ikan di sungai-sungai di Kaltara, Gubernur Irianto membeberkan fakta bahwa ada ikan sungai di pedalaman Kaltara yang dibanderol mahal di Malaysia. Per kilogram dihargai 1.000 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 3,5 juta.
“Satu ekor itu bisa 3-5 kilo. Ikannya bersisik. Dan itu banyak di sungai-sungai pedalaman kita. Dan itu makanan yang sangat bergengsi di Malaysia. Saya sudah pernah makan, sebagai tamu saya disajikan itu. Jadi nilai ekonominya sangat besar. Itu baru ikan. Belum hewan, babi hutan dan berbagai jenis rusa. Itu kalau mau diternakkan bisa ekspor,” ujarnya.
Menurutnya, selain dikembangkan potensi tersebut, juga bisa dikombinasi sebagai ekoturism dan agrikultur. Dengan begitu kata Gubernur, sekaligus program Green Economy atau Ekonomi Hijau dapat terus dikembangkan untuk menggantikan model ekonomi yang boros konsumsi bahan bakar fosil, batu-bara, serta gas alam.
Dengan potensi-potensi itu, Gubernur Irianto Lambrie berharap pemerintah (pusat) tidak hanya fokus pada promosi potensi. Melainkan melakukan pengembangan secara nyata yang juga pada gilirannya ikut mensejahterakan masyarakat dan mampu menjaga ketersediaan pangan nasional.
“Maksud saya, kementerian harus peka terhadap potensi itu. Indonesia ini betul-betul kaya keanekaragaman hayati. Dan menurut saya, harus ada penelitian global. Kita punya banyak ahli kok. Kenapa kita Kaltara belum bisa melakukan itu secara mandiri, karena kita masih provinsi baru,” ujarnya.
Ia pun mengkritisi alokasi dana pusat untuk pertanian dan ketahanan pangan daerah luar Jawa sangat minim dibanding alokasi di Pulau Jawa. Hanya saja daerah-daerah yang mendapatkan alokasi dana yang besar justru mengalami keterbatasan lahan dan komoditas lokal yang dikembangkan tidak bisa memperlihatkan kechirikhasan Indonesia.
“Kalau di luar Jawa yang terbesar kan Sulawesi Selatan. Kalau orientasi Kementerian Pertanian, yang dekat ini adalah Kalimantan. Mungkin Kaltim ada potensi juga tetapi lahan gambutnya banyak. Kalau di Kaltara masih ada 1,3 juta hektare hutan konservasi. Itu banyak sekali sumber pangan baru di dalam hutan itu yang bisa kita kembangkan jadi komoditas nasional,” ujarnya.
Dan berdasarkan hasil komunikasi dengan Kepala Balai Pengembangan Penyuluhan dan SDM Kementerian Pertanian RI, dalam waktu yang tidak terlalu lama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) akan berdiri di Kaltara. “Kata kepala Balai, saat ini kita masih merger dengan Kaltim. Dan mereka sudah membahasnya di Kementerian Pertanian RI. Mestinya sih tahun ini, karena Covid-19 makanya semua rencana agak terbengkalai. Tetapi menurut saya BPTP hanya masalah waktu. Dan saya yakin dalam waktu yang tidak terlalu lama, pasti akan berdiri sendiri di Kaltara,” pungkasnya.(don)