“Jadi PT BAS lama tidak bersalah. Karena syarat pemecahan ada di tempat lain. PT BAS baru juga siap mengikuti perintah pengadilan, asalkan penggugat yakni Ahmad Fahliani melakukan eksekusi,” jelasnya.
Zainal memaklumi. Kasus perdata ini masih proses di tingkat kasasi. Namun, ia mengharapkan, proses hukum secara keperdataan ini dituntaskan lebih dulu.
“Selesaikan dulu ini, kan tujuan ke pidana yang saya pahami, karena belum menerima satuan sertifikat atas rumah susun itu. Nah kalau eksekusi dilakukan, otomatis tercapai. Lalu di mana pidananya yang dilakukan HS Dan EGS?,” tanyanya.
Menurut dia, pihaknya juga sudah menyurati pemegang cessie dan Bank CIMB Niaga untuk menyerahkan sertifikat pemilik unit yang masuk dalam agunan atau jaminan. Namun pihak bank menyebut, tidak ada sertifikat pemilik unit yang akan dilakukan pelelangan. “Berarti tidak ada sertifikat pemilik unit yang menjadi agunan di Bank,” jelasnya.
Karena itulah Zainal mempertanyakan soal kasus pidana yang diajukan di Polda Kalsel. Ia meminta pihak kuasa hukum pelapor. Dalam hal ini tergabung dalam Pengurus Perkumpulan Pemilik Condotel dan Penghuni Rumah Susun (PPCPR). Ia minta agar tidak menimbulkan pemahaman yang salah di masyarakat.
“Kalau mau, jelaskan juga kasus perdatanya. Jangan menjelaskan pidana saja. Lalu menyebut-nyebut PT BAS. PT BAS kan jelas, bangunannya atau unitnya ada milik PPCPR kemudian soal bagi hasil juga diberikan kepada PPCPR yang sudah ada kesepakatan,” ketusnya.
Ia menyebut, lagipula PN Martapura sudah jelas. Memenangkan gugatan salah satu pihak PPCPR, Ahmad Fahliani. Artinya tinggal menunggu ekseskusi. Di mana, yang berhak berhak memecah SHGB menjadi SHMRS nasabah condotel adalah pihak Chris Baby dan PT BAS, bukan kliennya, direksi lama.
“Amar putusan Nomor 18 PN Martapura atas gugatan itu menghukum Chris Baby dan PT BAS baru. Bukan HS dan EGS yang melakukan perbuatan melawan hukum,” tutupnya.
Penulis : Mada Al Madani